Senin, 27 April 2009

Cinta

Tanggal 27 April 2009, kurang lebih jam 11.30 Wita, seorang kawan menuturkan kisah cintanya di dunia maya yang gila. Awal perkenalannya dengan seseorang melaui chatting, ia merasa begitu antusias dan memiliki keyakinan bahwa si dia dapat menjadi pendamping hidupnya kelaknya. Hari kedua mereka mulai telpon-telponan, juga kirim foto. "Asyik banget. Aku senang banget" ujarnya.
Akan tetapi, lama-kelamaan hubungan itu semakin semakin menyiksa karena mereka tidak dapat berjumpa satu sama lain lantaran tempat tinggal yang nun jauh di sana. Ketersiksaan itu menstimulusnya untuk cepat marah, emosi bila telpon atau sms tidak segera mendapat jawaban. "Hi, mengerikan. Apa yang dia lakukan harus segera dijawab. Lambat sedikit, sudah.... amarah yang terjadih."
Pengalaman itu menjadikannya kapok menjalin persahabatan kembali di dunia maya. Ia trauma dengan semua yang terjadi sebelumnya. "Aku dah gak bakalan mau kenalan ama orang-orang di dunia maya.Cinta di dunia maya gak bakalan kesampaian. Ia hanya menyiksa diriku."

Pemaknaan Cinta
Kita sering berpikir bahwa cinta di satu sisi adalah energi positif bagi diri yang dapat menstimulus diri untuk melakukan hal-hal yang baik dan positif untuk hidup kita, sesama, dan untuk memuliakan Tuhan. Namun di sisi lain, cinta dapat menjadi racun yang membunuh dan menghacurkan diri. Benarkah demikian?
Bagi saya, cinta adalah hal yang agung, luhur, dan mulia, seperti Sang Asal CINTA. Cinta tidak pernah menyiksa. Ia selalu membahagiakan. Menjadikan diri sebagai diri yang sangat berarti, luhur, dan agung.
Ingat kita diciptakan oleh Cinta yang Agung. Maka kita pun harus menjadikan cinta sebagai sesuatu yang agung. Kita harus menjadi pelaksana cinta, bukan pembicara cinta. Sebab cinta bukan masalah kata, ucapan, atau imajinasi impulsif. Cinta adalah masalah hati yang mau menerima dan menghargai setiap cinta yang berada di luar diri. Cinta adalah masalah keterbukaan diri untuk berbagi rasa dengan setiap orang, terutama kepada orang yang menjadi pasangan kita. "Jadilah pelaku cinta dalam hidup anda, maka anda akan bahagia dengan cinta. Cinta adalah anugerah pembebasan."

Kesedihan

Beberapa hari yang lalu saya ngobrol lewat telepon dengan seorang teman yang sedang ditinggal pergi oleh sahabat karibnya, yang selama ini telah berbagi rasa bersamanya: suka-duka, senang-sedih, dst. Ia bercerita bahwa sahabatnya itu pergi tanpa meninggalkan pesan atau tanpa pamit entah kemana. Parahnya lagi sang sahabat tidak dapat dihubungi. Semua yang pernah terjadi hancur. Hilang. Sirna.
Keadaan ditinggalkan itu membuatnya menjadi sedih dan bahkan sulit untuk makan atau bergaul dengan orang lain. Mengapa? Karena setiap ketemu dengan orang, ia selalu berprasangka bahwa orang ini tidak jauh beda dengan sahabatnya itu. "Aku jadi malas. Hidupku tampaknya sudah tidak berarti lagi. Sia-sia aku hidup" ujarnya.
Mendengar ucapannya yang tidak rasional lagi itu, saya bertanya: "Kog bisa begitu? Kenapa? Apakah ada masalah diantara kalian?" Ia menjawab tegas: "Tidak! Aku bingung dan sedih sekali. Hatiku hancur. Rasanya aku ingin mati saja."

Kegagalan dalam menjalin relasi yang intim dengan orang lain memang menimbulkan goncangan hidup yang hebat. Apalagi kalau kegagalan itu terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang melatarbelakangi. Anda bisa membayangkan ketika saat ini anda bersama sahabat anda: duduk, berbagi cerita, saling menguatkan, saling mengisi satu sama lain, dst; esok hari pergi entah kemana? Apa yang anda rasakan? Jawabannya satu: SEDIH.

Pertanyaannya: haruskah anda larut dalam kesedihan yang tidak berujung? Atau haruskah anda diam dan menutup diri dengan lingkungan sosial yang lain, yang selama ini ikut membentuk diri anda?

Bijak

Dalam situasi hidup yang terhempas oleh perasaan kehilangan dan kesendirian, kesedihan bukanlah obatnya. Ingat Kesedihan tidak dapat menghalau kesedihan. Tetapi kesedihan hanya akan menambah berat dan mendalam kesedihan yang menimpa diri anda. Kesedihan adalah salah satu unsur emosional yang menstimulus diri untuk larut dalam masalah-masalah yang menimpa diri kita agar diri kita pelan-pelan keropos. Atau bahkan celakanya agar diri kita menghentikan aktivitasnya, yaitu bunuh diri.
Oleh karena itu, menghadapi masalah seperti ini, kita mesti bijak bahwa kesedihan bukanlah obat untuk hati yang sedih. Kesedihan harus ditinggalkan dan digantikan dengan kebahagiaan. Artinya kita berani dan kuat menerima pengalaman-pengalaman hidup - yang kita yakini - turut serta membentuk diri kita menjadi pribadi yang kuat.
Setiap pengalaman, indah atau buruk, besar atau kecil, memberi nilai plus pada proses pendewasaan diri. Pendewasaan diri diraih melalui pengalaman dan peristiwa hidup yang menyertainya. "Jadilah bijak menjalani hidup. Hargailah setiap pengalaman yang terjadi pada diri. Jauhkan kesedihan dari hati yang sedih karena kesedihan bukanlah obat untuk hati yang sedih. Kesedihan hanya dapat diminimalisir (dihilangkan) dengan kesediaan untuk menerima dan menghargai fakta/pengalaman hidup. Kebahagiaan adalah obat hati yang sedih. Jadi berbahagialah senantiasa menjalani hidup anda."