Jumat, 23 Oktober 2009

"SATU UNTUK SATU"

Dalam kursus perkawinan, saya selalu memberikan satu pertanyaan kepada para peserta untuk direnungkan dan sekaligus dimengerti secara rasional. "Untuk apa anda menikah?" Ada berbagai macam jawaban yang muncul. Seperti ingin punya anak, ingin tinggal bersama, ingin berbagi, .... namun tidak pernah ada jawaban "ingin menjadi satu".

Herannya lagi, ketika menikah mereka dapat dipastikan memilih teks "apa yang sudah dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan oleh manusia." Sungguh mengkawatirkan.

Dalam hati saya membentak mereka. Tetapi saya tidak tega mengungkapkannya. Memang persiapan perkawinan seringkali tidak dipahami oleh banyak calon mempelai. Mereka lebih memfokuskan diri pada keadaan diri dan keadaan calon pasangannnya. Namun mereka tidak belajar untuk memahami, mengerti, dan menerima pasangan bila kelak tidak seperti yang tampil saat mereka menikah.

Pasangan yang dihadapi saat menikah adalah pasangan yang berbeda dengan pasangan yang akan dihadapi 2 tahun dan seterusnya..... Perpindahan dari pacaran....menikah...punya anak... sungguh merupakan sebuah keputusan yang harus dipenuhi dengan berbagai macam prediksi dan kemampuan untuk menerima pasangan apa adanya. Gemuk, cerewet, atau apa pun dia adanya kelak. Menerima berarti mengakui dia sebagai pribadi yang selalu siap menerima kita apa adanya.

Karena itu, bentuklah diri kita sebagai pribadi yang penuh dengan keinginan untuk menerima apa adanya. Bermainlah dengan hati yang penuh ampun dan penuh senyummmm

Minggu, 11 Oktober 2009

"Ketika Hati Tak Tenang"

Hati bersama jantung menjadi pusat (setrum) kehidupan. Ketika hati terganggu, aktivitas kehidupan menjadi letih, lesu, dan bahkan jauh dari gairah. Hati yang terluka oleh pengalaman dan interaksi dengan orang lain menjadikan hidup tidak berjalan pada rel KEHIdUPAN, tetapi cendrung berjalan "rel uncontrol".

Seorang bijak berkata: "hati yang terluka adalah hati yang uncontrol. hati yang tidak memiliki gairah hidup seperti yang diinginkan"

"Memasuki Kehidupan Kekal" (Mrk 9: 33-37)

"Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9:35)

Saudara/I yg terkasih
Kita sering berlaku seperti para murid. Ngerumpi tentang perebutan jabatan atau posisi yang sedang lowong. “Siapa yang akan menjadi yang terbesar di antara kita?” Dalam benak para murid untuk menjadi yang terbesar berarti mereka harus menjadi pemimpin atau pejabat dalam kelompoknya. Dalam diri mereka tidak terbersit niat bahwa untuk menjadi yang terbesar berarti menjadi seorang pelayan. Maka ketika mereka ditanya oleh Yesus, mereka terdiam. Mungkin ada rasa malu karena motivasinya untuk menjadi yg terbesar begitu dangkal: Jabatan.

Saudara/I yg terkasih.
Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita akan dua hal: pertama, pikiran kita bukanlah pikiran-Nya. Keinginan kita bukanlah keinginan-Nya. Kehendak kita bukanlah kehendak-Nya. Seperti yang diungkapkan Nabi Yesaya ”Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yes 55:8). Karena itu, kita harus menyatukan pikiran, keinginan, dan kehendak kita dengan pikiran, keinginan, dan kehendak Allah.
Kedua, untuk menjadi yg terbesar dalam Kerajaan Allah tidak diperoleh melalui jabatan duniawi, tetapi melalui pengosongan diri dan pelayanan kepada Allah melalui pelayanan kepada sesama. ”Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”

Kamis, 01 Oktober 2009

"Hidup Yang Diberkati"

Ketika saya melayani di sebuah tempat yang jauh dari keramaian, yaitu di pelosok hutan Kalimantan, terlintas dalam hati untuk tidak meneruskan perjalanan yang masih kurang lebih 5 km lagi. Pikiran saya menentang perjalanan itu. "Untuk apa kamu meneruskan perjalanan ini? Di sana juga umatnya sedikit. Tidak imbang antara perjalanan dan umat yang hendak dikunjungi."
Desakan pikiran itu sedikit memalingkan tujuan pelayanan saya. Saya menjadi sedikit bingung.
Dalam kebingungan itu, saya berhenti sejenak di tengah jalan sambil mengamati-ngamati hutan dan lumpur yang mewarnai mobil. Dalam pengamatan itu, hati saya mendesak saya untuk meneruskan perjalanan ini. "Teruskan. Kamu ke sini untuk melayani Yesus, bukan untuk bertemu orang sedikit atau banyak. Ingat Yesus pernah bersabda: 'Dimana dua atau tiga orang berkumpul atas nama-Ku, disitu Aku hadir.'"
Desakan hati ini memotivasi saya untuk menyelesaikan perjalanan ini. "Saya harus mengikuti perjalanan Yesus yang penuh darah dan duri. Bahkan sampai di salib dengan bengisnya."
Sejam kemudian saya sampai di tempat tujuan. Wahhhh, luar biasa. Saya disambut dengan begitu riang dan gembira. Membahagiakan. Menentramkan.

Hidup yang diberkati bukanlah hidup yang lemah, cengeng, merengek-rengek atau mengikuti keinginan diri. Hidup yang diberkati adalah hidup yang kuat, terarah pada kebaikan, dan mengandalkan Tuhan dalam setiap situasi kehidupan.

Jadilah berkat bagi orang lain, maka anda akan menerima berkat. Taburlah kasih kepada orang lain, maka anda akan menuai kasih.

Hari ini sebelum kita mengatakan sebuah kata yang tidak baik - Pikirkan tentang seseorang yang tidak bisa berbicara. Sebelum kita mengeluh tentang rasa makanan - Pikirkan tentang seseorang yang tidak memiliki apa-apa untuk dimakan.
Sebelum kita mengeluh tentang suami atau istri kita - Pikirkan tentang seseorang yang menangis kepada Tuhan untuk memiliki seorang teman.
Hari ini sebelum kita mengeluh tentang hidup - Pikirkan tentang seseorang yang pergi terlalu dini ke surga.
Sebelum kita mengeluh tentang anak-anak kita - Pikirkan tentang seseorang yang menginginkan anak tapi mereka mandul. Sebelum kita berdebat tentang rumah yang kotor, seseorang yang tidak bersih atau jorok - Pikirkan tentang orang-orang yang tinggal di jalanan. Sebelum mengeluh tentang jarak kita mengemudi - Pikirkan tentang seseorang yang berjalan kaki dengan jarak yang sama. Dan ketika kita lelah dan mengeluh tentang pekerjaan kita - Pikirkan tentang pengangguran, orang cacat dan mereka yang berharap mereka mempunyai pekerjaan. Tapi sebelum kita memikirkan untuk mengacungkan jari atau mengutuk lain - Ingatlah bahwa tidak ada salah satu dari kita yang tanpa salah. Dan ketika pikiran sedih membuat kita lesu - Letakkan sebuah senyum di wajah Anda dan bersyukurlah bahwa kita masih hidup dan masih ada.
Hidup adalah anugerah, hidup haus dihidupi, nikmatilah, rayakan, dan gapailah kepenuhannya.

Spiritual Reflections - Kita tidak melihat hal-hal sebagaimana adanya, kita melihat hal hal itu sebagaimana keadaan kita

Spiritual Reflections - Kita tidak melihat hal-hal sebagaimana adanya, kita melihat hal hal itu sebagaimana keadaan kita: "post@henlia.com"