Jumat, 27 November 2009

Luk 21: 20-28

Kaum Bonapasogit yang terkasih. Injil hari ini mengingatkan kita akan dua hal: pertama, ketidakbaikan yang terjadi dalam hidup kita, seperti bencana alam, penyakit, kecelakaan, dsj merupakan cara Allah untuk menarik kita kembali kepada diri-Nya. Peristiwa-peristiwa itu merupakan tanda-tanda atau peringatan-peringatan Allah bahwa sikap, tindakan, perilaku kita bertentangan dengan diri-Nya. Allah mendidik kita bahwa kita bukanlah apa-apa dihadapan-Nya. “Segala kekuatan, kekuasaan, ataupun kekayaan yang kita miliki tidak ada artinya dihadapan Allah bila tidak dilaksanakan sesuai dengan kehendak-Nya.” Karena itu, “apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat.” Jadi, hidup selaras dan intim dengan-Nya merupakan suatu keharusan.
Kedua, Allah membebaskan kita dari berbagai macam ketidakbaikan bila kita hidup selaras dan intim dengan-Nya. Allah akan melindungi dan menjauhkan kita dari berbagai macam bahaya, seperti Daniel yang dibebaskan dari sergapan singa-singa yang kelaparan. Allah menyelamatkan setiap orang yang percaya, menyerahkan diri, dan menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah.
Kaum Bonapasogit yang terkasih. Marilah kita bangkit dan mengangkat muka kita kepada Allah. Sebab Allahlah yang menyelamatkan kita. Allahlah yang mampu memberikan kita kehidupan yang kekal. Amin.

Kamis, 19 November 2009

Meniti Hidup

Ketika kita lahir, perlahan-lahan tapi pasti

RAJA KEBENARAN

“Untuk itulah Aku lahir, dan untuk itulah Aku datang ke dunia ini, yakni untuk memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
Kristus raja semesta alam. Sebagai raja, Yesus hidup jauh dari gaya hidup seorang raja pada umumnya. Yesus hidup sederhana, berkelana mewartakan Kebenaran Allah kepada manusia. Ia menjauhkan diri dari kenikmatan-kenikmatan duniawi, seperti harta, kekuasaan, dan penghormatan. Ia bahkan memerintahkan kepada para pengikut-Nya untuk “meninggalkan segala-galanya jika ingin menjadi murid-Nya.”
Bagi Yesus, apa pun alasannya, para murid harus menjauhkan diri dari keinginan akan uang, kekayaan, kekuasaan, dan gila hormat. Para murid harus memfokuskan seluruh dirinya untuk mewartakan kebenaran-kebenaran Allah, yakni kabar gembira keselamatan kepada seluruh umat manusia, tanpa kecuali.
Lebih dari itu, para murid harus menjadi pelayan dari segala pelayan (servus servorum). Tidak memihak yang kuat dan melecehkan yang lemah. Tidak bersekongkol dengan penguasa untuk membenarkan tindakan yang salah. Tidak memamerkan atau menyombongkan diri, melainkan harus rendah hati. Tulus. Berani mengemukakan kebenaran.
Dalam wawancara-Nya dengan Pilatus, tampak bahwa Yesus menghadirkan diri sebagai pribadi yang rendah hati dan sekaligus tegas pada kebenaran. Ia dengan tegas menolak kerajaan politis dengan menegaskan Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini. Kerajaan-Ku adalah kerajaan Rohani-Surgawi, bukan kerajaan politis-duniawi.
Jawaban Yesus ini menegaskan bahwa Kerajaan Kebenaran tidak membutuhkan persekongkolan politis, seperti yang diingini oleh Pilatus dan para imam kepala. Juga tidak membutuhkan pengakuan penguasa yang lalim dan jahat. Juga tidak cari keuntungan diri (bisa selamat: tetap berkuasa). Kerajaan Kebenaran hanya membutuhkan keberanian, ketulusan, dan kejujuran untuk melakukan dalam seluruh prilaku hidup setiap hari.
Keberanian untuk mengatakan-menegakkan kebenaran. Kebenaran adalah kehidupan. Kebenaran adalah jalan menuju kebersatuan dengan Allah. Kebenaran membebaskan kita dari maut. “Demi kebenaran Allah, aku rela menderita, dicacimaki, dicemooh, atau bahkan dibunuh.”
Ketulusan untuk tetap dan terus melakukan dan mewartakan kebenaran. Bahwa kebenaran Allah harus mewarnai dan menggarami dunia yang buram dan tawar. Meskipun dihadapkan pada berbagai macam tantangan, seperti kekayaan, kekuasaan, atau kenikmatan. “Demi kebenaran Allah, aku rela menjadi pelayan bagi setiap orang. Aku rela menjadi servus servorum.”
Kejujuran untuk memperjuangkan kebenaran Allah. Bahwa apa yang kita lakukan, semuanya demi tegaknya kebenaran Allah di tengah-tengah dunia ini. Kebenaran Allah adalah kebenaran kekal. “Demi kebenaran Allah, aku merelakan diri untuk menentang kemunafikan, kebohongan, atau cara-cara yang tidak fair.”
Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan Negara kita?
Kebenaran Allah tampaknya jauh dari hidup kita, hidup Negara kita. Kita tidak jarang menerapkan kebenaran fiktif untuk memeroleh keuntungan-keuntungan pribadi (uang, kekuasaan, kedudukan, atau kehormatan). Para penegak hukum tidak jarang menegakkan kebenaran material, yaitu kebenaran diukur dengan sejumlah materi (uang). “Siapa yang memberi banyak, dia yang benar.” Atau mereka baru bekerja kalau ada uang, sehingga terjadi suap-menyuap, korupsi, jual-beli perkara, dan sejenisnya. Ironis. Inilah “hidup untuk uang. Bukan uang untuk hidup.”
Keadaan yang demikian menyebabkan kehidupan menjadi tidak bahagia. Hidup menjadi pelarian, yaitu lari dari Allah dan mengikuti daya pikat kenikmatan duniawi. Lari dari kebahagiaan ilahi-surgawi dan mengutamakan “kebahagiaan materia-duniawi.”
Bagaimana cara mengatasi hal ini?
Sabda Tuhan hari ini memberikan jawabannya. Pertama, kita perlu hidup rendah hati, seperti Yesus meskipun Dia adalah raja semesta alam, namun Ia tetap sederhana. Tidak menampilkan diri sebagai raja. Ia membiarkan orang lain yang mengatakan bahwa “Ia adalah raja segala raja.”
Kedua, orientasi hidup harus diarahkan pada kerajaan ilahi-surgawi, bukan materia-duniawi. Kita hidup untuk kerajaan rohani, kerajaan kebenaran Allah.
Ketiga, menanamkan dan mewartakan kebenaran Allah dalam seluruh perilaku hidup harian kita. Kita telah ditebus dengan darah-Nya dan telah ditetapkan menjadi imam-imam-Nya bagi Bapa. Sehingga dengan demikian kita dapat berucap tegas bersama Yesus: “Untuk itulah Aku lahir, dan untuk itulah Aku datang ke dunia ini, yakni untuk memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk melakukan yang baik dan berkenan kepada Allah.

Sabtu, 14 November 2009

"Memilih untuk Tidak Memilih"

Manusia adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk individu. Manusia gemar melakukan sosialisasi dengan berbagai macam jenis kehidupan lainnya selain manusia itu sendiri. Sosialisasi yang kita jalankan, sebagai manusia, seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang mengharuskan kita untuk memilih. Tetapi memilih yang baik dan benar, perlu perjuangan yang tiada akhir.

Saya adalah satu yang tidak memakai hak pilih. Saya memilih untuk tidak memilih. Mengapa? Karena bagi saya hidup, pertama-tama bukanlah pilihan, tetapi keindahan. Adanya keberagaman hidup menandakan bahwa indahnya hidup ini.

Hidup yang indah ditandai dengan adanya yang membuat indah. Seperti warna-warni dedaunan. Seperti tinggi rendahnya jurang... dan seterusnya.

Karena itu, buatlah hidup kita bukan untuk memilih, tetapi memilih untuk tidak memilih...

"Menata Hati"

Akhir-akhir bangsa kita sedang dilanda penyakit menyalahkan orang lain. "Lempar batu sembunyi tangan" kata orang-orang bijak. Bagaimana tidak. Institusi Kepolisian dan Kejaksaan disinyalir membangun kompromi untuk menghancurkan institusi KPK, yang sudah lumayan keras dalam memerangi penyakit suap-menyuap dan korupsi.

Tapi apa yang kita saksikan sekarang adalah bangsa kita sedang dikuasai oleh kekuatan kegelapan. Sementara kekuatan terang sedang dihalang-halangi atau kalau perlu dihancurkan. Ngeri. Kita semua tahu bahwa kekuatan kegelapan adalah kekuatan yang membahayakan kelangsungan hidup manusia Indonesia, bahkan kelangsungan hidup negara Indonesia. Tetapi sayang, hawa nafsu akan uang (materi) membutakan mata para penegak hukum kita.

Demi uang, negara dipertaruhkan. Demi uang, jatidiri diperjualbelikan. Demi uang, kesucian diri digadaikan.

Karena itu, kita butuh menata hati kita agar ia mengarahkan kita pada kebenaran dan kebaikan. Hati kita perlu ditata sedemikian rupa agar memancarkan terang bagi tindakan dan perilaku kita setiap hari. Hati yang terang akan menerangi apa yang akan kita kerjakan. Benar atau tidak.

Jadikan hati anda penuh berkah. Tatalah hati anda agar menghasilkan kebaikan. Siramilah hati anda dengan kasih dan pengorbanan, perjuangan dan pengabdian.

Kamis, 05 November 2009

Menjadi Indah

Kita semua setuju bahwa keindahan membuahkan kesegaran di dalam hati kita. Adanya keindahan, membuat hati kita menampilkan diri sebagai penikmat keindahan. Dengan menjadikan diri indah, kita akan menjadi pribadi-pribadi yang mampu membangun diri dan dunia dengan penuh ketulusan.

Keindahan mengalir dari ketulusan kita untuk menjadikan sesuatu di luar diri kita sebagai yang indah. Dengan menjadikan yang lain indah berarti yang lain akan menjadikan kita indah.

Jadikanlah diri kita indah dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang mendatangkan keindahan, seperti tulus, jujur, sabar, baik hati, senang melayani, dsj. Terutama dalam hidup berkeluarga, hormatilah satu sama lain sebagaimana diri kita mau dihormati dan dihargai oleh orang lain.

Indahkan diri dengan mengindahkan orang lain.