Selasa, 29 September 2009

“Menjadi Murid Kristus yang Sejati” (Bil 11: 26-29; Yak 5: 1-6; Mrk 9: 38-43.45.47.48)

Permenungan kita akan sabda Allah yang baru saja kita dengarkan, menggugah kesadaran kita akan dua hal: pertama, pentingnya menghargai kemampuan atau iman orang lain; kedua, pentingnya penertiban diri.

Menghargai kemampuan –iman orang lain
Dalam bacaan I, Musa yang dipenuhi Roh Kudus tidak menolak ketika Eldad dan Medad dipenuhi Roh Kudus seperti nabi dan bernubuat di luar kemah perjanjian. Musa menyadari bahwa Allah tidak hanya memberikan Roh-Nya hanya kepada dirinya sendiri, tetapi juga kepada orang lain, yang Dia kehendaki (Eldad dan Medad). Musa bahkan berharap semoga semua orang menerima Roh Tuhan dan mulai bernubuat seperti nabi. Karena itu, ketika Yosua bin Nun meminta Musa untuk mencegah Eldad dan Medad, ia berkata: ...sekiranya seluruh umat Tuhan menjadi nabi, karena Tuhan memberikan Roh-Nya kepada mereka.
Dalam bacaan II, Yakobus dengan nada cukup keras menegur orang-orang kaya yang tidak menghargai buruhnya. Di sini, Yakobus bertindak seperti nabi yang mengecam mereka yang memeras tenaga orang lain demi memerkaya diri supaya bisa berfoya-foya dan memuaskan hatinya. Sementara mengabaikan hari penyembelihan-penghakiman, dimana Allah akan menyelamatkan orang-orang benar dan menerakan orang-orang tidak benar. Bagi Yakobus, pengabaian hak orang lain (buruh tani) berarti melawan Tuhan semesta alam. Sebab kekayaan tidak akan bernilai di hari penghakiman. Kekayaan akan memakan dagingmu seperti api.
Dalam Injil, Yesus menegaskan kembali bahwa penghargaan terhadap kemampuan-iman seseorang merupakan suatu keharusan bagi seorang murid-Nya. Seorang murid harus terbuka terhadap kebaikan yang ada di luar kelompoknya, bahwa orang di luar juga diberkati oleh Allah. Janganlah kamu cegah dia! Sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat dalam nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.
Terhadap orang lain seorang murid harus bermurah hati. Ia tidak boleh menghalangi-merintangi pekerjaan orang lain yang menjadikan hidup seseorang diberkati dan dibebaskan dari kuasa kejahatan. Sebab barangsiapa diilhami oleh Roh Allah, ia adalah murid Kristus. Barangsiapa berbuat baik karena kasih, ia adalah milik Kristus. Tetapi barangsiapa berbuat jahat kepada sesama, ia berbuat jahat kepada Kristus dan bukan merupakan murid-Nya.

Penertiban diri
Kemampuan kita untuk menghargai kemampuan-iman seseorang menuntut kita untuk menertibkan diri kita, yang seringkali sombong, congkak, atau ingin menang sendiri. Kita harus menertibkan tangan kita, supaya tangan kita tidak usil: colek kanan, colek kiri, ambil kanan-ambil belakang. Jika tanganmu menyesatkan engaku, penggallah...
Kita menertibkan kaki kita, supaya kaki kita tidak melangkah sembarangan: rumah tetangga, kamar tetangga.. Jika kakimu menyesatkan engkau penggallah...
Kita menertibkan mata kita, supaya mata kita melihat dan mengarahkan kita pada kebaikan. Bukan kepada kejahatan. Jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah...
Penertiban diri memungkinkan kita untuk menghargai kemampuan-kebaikan yang ada di luar diri kita. Kita menjadi terbuka (toleransi) bahwa kebaikan itu bukan hanya milik kita, tetapi milik semua orang. Roh Kudus dicurahkan dan berkarya dalam diri setiap orang.
Penertiban diri mengharuskan kita, sebagai seorang murid Kristus, bersikap tegas terhadap diri dan kebaikan Allah.

Simpulan
Pertama, menjadi seorang murid Kristus berarti kita harus menghilangkan-menghapuskan sikap-perilaku eksklusivitas, merasa benar sendiri, menindas orang lain, melarang seseorang berbuat baik atau mencurigai orang lain.
Kedua, seorang murid Kristus harus mengedepan kasih, penghargaan, penghormatan, dan keterbukaan kepada setiap orang yang bertindak dan berbuat atas dasar kasih Kristus.
Ketiga, seorang murid Kristus harus menaruh hormat dan mendukung karya Roh Kudus yang terjadi di luar diri kita.
Keempat, Murid Kristus yang sejati ditandai oleh ketekunan dan ketegasan untuk menyingkirkan apa saja yang mengarah kepada dosa.

Tuhan memberkati
25/9/09

Rabu, 23 September 2009

Menemukan Cinta Sejati

Pergumulan Yakub dengan Laban, pamannya, membuka kesadaran kita bahwa hidup bersama orang lain membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang tiada henti. Perjuangan dan pengorbanan Yakub bermuara pada penemuan CINTA SEJATINYA PADA RAHEL, gadis cantik, putri pamannya.
Untuk mendapatkan cinta sejati itu, Yakub harus melewati beberapa ujian atau tantangan yang ditawarkan oleh pamannya. - mirip sayembara kerajaan -. Pertama: Yakub harus bekerja tujuh tahun lamanya untuk Laban. Kedua: Yakub harus mengorbankan perasaannya karena ia dihadiahi Lea, kakak Rahel. Ketiga: Yakub harus bekerja tujuh tahun lagi.
Perjuangan dan perngorbanan untuk menemukan cinta sejati memang bukanlah perkara mudah. Banyak rintangan yang siap menghadang. Mungkin itulah cara Tuhan untuk menguatkan dan menguji kekuatan dan kesejatian sebuah cinta.
Menghadapi tantangan itu,- yang oleh Yakub dianggap tidak fair - tidak membuat Yakub putus asa. Ia malah teringat akan apa yang telah ia lakukan bersama dengan Ibunya, yaitu menipu Iskhak, ayahnya, dan mengambil hak kesulungan dari Esau. (Ibaratnya sang penipu kena tipu). Yakub tetap menyelesaikan tantangan itu.
Pertanyaannya, apa yang dapat kita pelajari dari Yakub untuk hidup beriman kita?
Pertama, kesetiaan. Menjadi pribadi yang setia terhadap pasangan, keluarga, dan juga terhadap tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita membutuhkan semangat kerendah-hati-an. Kita hendaknya menjadi diri yang menyerahkan cinta kita hanya kepada yang pilihan yang terbaik (perbuatan baik, sikap baik, tutur kata yang baik, dll). Kesetiaan adalah taruhan hidup yang tidak ternilai harganya. Jadi, JADILAH PRIBADI YANG SETIA SAMPAI AKHIR PADA PILIHAN KITA (pasangan, iman, kebaikan).
Kedua, pengorbanan. Kesetiaan yang kita perjuangkan membutuhkan pengorbanan dan sekaligus pengendalian diri yang tinggi. Kita berani berkorban bukan karena kita senang dikorbankan, tetapi karena kita ingin meraih yang terbaik seperti Yakub. Kita belajar borkorban untuk sesuatu yang baik dalam hidup kita.
Ketiga, menepati janji. Perjanjian yang kita adakan dengan Tuhan dan sesama hendaknya kita tepati. Sebagai orang beriman kita mesti menjadi pribadi yang anggun dengan Tuhan dan sesama.

"Kesetiaan, pengorbanan, dan tepat janji akan menghantar kita pada penemuan cinta yang sejati, seperti yang dialami oleh Yakub. Rencana dan berkat Allah akan mengalir terus melalui berbagai macam cara. Sebab Allah mendengarkan, melihat, dan memerhatikan apa yang kita kerjakan..... semoga apa yang kita kerjakan semakin memuliakan nama Tuhan, kita Yesus Kristus..."

Jumat, 04 September 2009

"Mendengar"


Kita tidak bisa membayangkan, betapa menderitanya seseorang yang alat pendengarannya tidak dapat berfungsi dengan baik. Apalagi kalau kita berjumpa di jalan dengan seseorang yang belum pernah mengenal kita, lalu misalnya ia bertanya... "dimana jalan Yesus?" Kita tidak bisa memberikan jawaban apa pun.
Orang tersebut pasti marah... "Budek, bisu, dll" Mendengar adalah sebuah anugerah Allh yang tidak ternilai harganya. Allah menganugerahkan pendengaran yang baik kepada kita agar kita dapat mewartakan yang baik di tengah-tengah dunia. Namun, sayang, kita kerapkali lebih senang mendengar yang tidak baik, lalu mewartakan yang tidak baik itu. Berapa banyak orang yang menjadi korban hanya karena kita mendengar yang tidak baik lalu kita sebarkan....
Padahal, Allah menganugerahkan itu kepada kita pertama-tama supaya kita mendengarkan Firman-Nya, menanamkan di dalam hati, dan mewartakan-Nya melalui sikap dan perbuatan kita setiap hari. Mendengar yang baik berarti mewartakan yang baik..... Sebab Firman Allah mendorong dan membebaskan lidah kita untuk mewartakan yang baik.

"Ia Menjadikan Segala-galanya Baik.." (Mrk 7:31-37)


Sabda Tuhan hari ini mengisahkan salah satu karya Yesus yang sangat luar biasa, yaitu menjadikan orang tuli mendengar dan orang bisu berbicara. Namun sekaligus menjadi peringatan bagi kita: yang seringkali bisu dan tuli terhadap sapaan dan panggilan Allah. Kita seringkali menutup diri terhadap Tuhan dan tidak mampu memuji Dia.
Meskipun demikian, mari kita cermati Injil hari ini. Dalam perjalanan-Nya ke Sidon, Galilea, daerah Dekapolis, Yesus bersama para murid-Nya kedatangan tamu ”istimewa”, yaitu seorang tuli dan yang gagap dan mohon untuk disembuhkan. Apa yang dilakukan Yesus?
Pertama, Ia memisahkan orang tersebut dari keramaian. Ia ingin berbicara, mengenal, dan memahami orang tersebut secara lebih pribadi. Ia ingin supaya orang tersebut hanya mendengar suara-Nya, bukan suara kerumunan orang. Ini berarti Yesus menerima dan merangkul setiap orang yang mau datang dan memercayakan dirinya kepada Yesus. Siapa pun orang tersebut. Hati Yesus selalu terbuka bagi setiap orang yang mau datang kepada-Nya. Sebab bagi Yesus tidak ada masalah yang sulit. Semua masalah menjadi mudah.
Kedua, Yesus memasukan jari-Nya ke telinga orang itu, meludah dan meraba lidah orang itu, kemudian menengadah ke langit dan berkata ”efata”. Seketika itu juga orang tersebut sembuh: bisa mendengar dan berkata-kata dgn baik. Luar biasa. Menakjubkan.
Menyaksikan apa yang dilakukan Yesus, membuat orang-orang yang ada di situ takjub dan tercengang sambil berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.". Karena itu, mereka tidak bisa menahan diri untuk memberitakan Yesus dan karya-Nya. Kabar gembira harus segera diwartakan.
Apa yang dapat kita pelajari dari bacaan kita pada hari ini? Pertama, kita belajar untuk dapat menerima setiap orang sebagaimana ia adanya. Tuli, bisu, buta, atau apa saja keadaannya. Menerima berarti kita menghargai seseorang sebagai pribadi yang diciptakan secitra dengan Allah. Pribadi yang berjuang untuk memperoleh keselamatan (kesembuhan). Pribadi yang dikasihi dan dicintai Kristus.
Kedua, kita belajar untuk memercayakan dan menyerahkan diri kita kepada Yesus. Kita membawa diri kita dengan perbagai masalahnya kepada Yesus, supaya Yesus memberikan ”kesembuhan.” Biarlah Yesus merangkul dan membelai kita. Yesus adalah yang terbaik. Ia menjadikan segala-galanya baik. Keselamatan hanya ada di dalam dan melalui Dia. Bersama Yesus semua masalah dapat diatasi dengan penuh berkat.
Ketiga, kita belajar bahwa kehadiran Yesus di dalam dan di tengah dunia telah menghadirkan zaman Mesias. Zaman yang penuh dengan rahmat, seperti yang dilukiskan nabi Yesaya (Yes 35: 4-7a): yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang bisu berbicara, yang lumpuh berjalan, dst.
Keempat, kita belajar membuka hati, telinga untuk mendengar firman Allah, supaya lidah kita dibebaskan untuk memuji dan bersaksi tentang-Nya. Sebab jika hanya kita mendengar firman Allah, kita memiliki sesuatu untuk kita wartakan dan bagikan kepada orang lain.
Kelima, kita belajar mewartakan Yesus dan Karya-Nya. Kita yang telah ditebus oleh darah-Nya di kayu salib, harus tiada henti-hentinya mewartakan Yesus dalam kehidupan kita. Kita mesti menjadi seperti orang-orang yang tidak dapat menahan diri memberitakan Yesus.
Sanggup??

Semoga berkat Allah memampukan kita menjadi murid-murid Yesus yang baik.