Rabu, 25 Februari 2009

Memaknai Pengalaman

Setiap orang mengalami dan memiliki pengalaman yang berbeda-beda, tergantung dimana, dengan siapa, kapan, bagaimana kita menjalani hidup ini. Dari hari ke hari kita bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Pergerakan kita itu memberikan pengalaman bagi keberlangsungan hidup kita. Kita menjadi semakin mengetahui betapa hebat dan kuatnya hidup kita ini.
Seperti Sang Pencipta yang begitu kuat dan penuh kekuasaan, kita kerapkali menjadikan hidup kita begitu kuat dan berkuasa. Kita menghendaki setiap orang tunduk kepada kita. Maka ketika kita mengalami kegagalan, kita merasa hancur dan rasanya hendak mengakhiri hidup ini. "Hidupku sudah tidak berharga", begitu kita sering mengeluh. Bahkan lebih parahnya lagi, kita menyalahkan setiap orang yang ada di sekitar kita. Kita jarang melihat diri kita, betapa cerobohnya kita dalam mengambil atau membuat sebuah keputusan. Atau betapa kurang beraninya kita mengambil langkah yang menantang kita untuk menjadi kuat.
Padahal kalau saja kita mau bercermin dan belajar dari orang-orang bijak, kita dapat menemukan kebijaksanaan hidup yang menuntun kita pada pengalaman akan kehadiran yang Mahatinggi. Artinya, melalui pengalaman-pengalaman hidup, baik yang menyenangkan maupun yang menyusahkan, kita diajak untuk mengenal dan mengalami diri kita sedang dibentuk dan dipersiapkan Allah untuk menjadi kuat.
Kita bisa mengalami atau melihat seseorang yang hidupnya hancur, entah karena keluarganya broken home atau karena ditinggal oleh pasangan hidupnya, akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan bahkan menjadi inspirer bagi setiap orang yang mengalami masalah yang sama, ketika dia menyadari bahwa melalui pengalamannya itu ia sedang dibentuk dan ditempa oleh Allah untuk membantu orang lain yang belum kuat.

Kesadaran

Untuk dapat mengalami dan merasakan bahwa Allah sedang membentuk kita melalui pengalaman hidup kita seharian, kita perlu menyadari bahwa Allah hadir dalam seluruh peristiwa hidup kita. Allah tidak pernah meninggalkan kita, meskipun kita melupakan-Nya. Allah tidak membiarkan kita menderita sendirian, sebab Ia telah memberikan Putra-Nya, Jesus Kristus, untuk ada bersama kita, baik saat senang maupun saat susah.
Tuhan Yesus berpesan kepada kita: "Marilah semua yang berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepada-Mu. Setiap orang yang minum dari air hidup ini, ia tidak akan haus lagi."
Mulai saat ini, marilah kita menyadari bahwa Allah tidak henti-hentinya membentuk dan menempa kita agar kita menjadi pribadi-pribadi yang kuat. Pribadi-pribadi yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Pribadi-pribadi yang berjuang tanpa mengenal lelah. Seperti Yesus yang berjuang menyelesaikan jalan salib-Nya, meskipun Ia kehabisan tenaga.
Jadikan salib sebagai lambang kekuatan dan kemenangan.....

Menjadi Garam dunia

Garam adalah salah satu bumbu masakan yang sangat penting. Tanpa atau kurang garam, masakan menjadi tawar. Kurang enak.Dan bahkan orang bijak melukiskan seseorang yang kurang pengalaman dengan ungkapan "Belum cukup makan garam." Sedangkan bagi yang sudah memiliki banyak pengalaman disebut "Sudah banyak makan garam."

Tuhan Yesus mengajak kita untuk menjadi "garam dunia." Menjadi garam berarti menjadi "penyedap rasa" bagi kehidupan dunia. Dunia yang kurang baik, kita garami supaya menjadi baik. Kehidupan yang tawar kita garami supaya menjadi bermanfaat.
Menjadi garam tidak berarti kita harus meracuni dunia dengan kepentingan dan keinginan diri sendiri, tetapi "memberi rasa" Kristus kepada dunia, supaya dunia tahu bahwa Yesus Kristus adalah Penyelamat dunia.

Senin, 02 Februari 2009

Waktu dan Keheningan

Keriuhan dunia dengan berbagai macam asesorisnya, sedikit banyak memengaruhi pola pikir dan pola hidup manusia yang mengalaminya. Dalam banyak hal, manusia mulai kurang sabar dan selalu terburu-buru mengejar waktu yang selalu mendeadlinenya. Seakan-akan hidup manusia dikendalikan dan diatur oleh waktu, yang ada di luar dirinya. Time is my life. Waktu adalah hidupku. Bukan aku hidup mengatur waktu. Waktu menguasai hidup manusia. Manusia terperosok ke dalam perangkap waktu.
Pola kehidupan yang demikian menyebabkan terjadinya berbagai macam kerenggangan dalam ruang komunikasi antarmanusia, baik secara personal maupun secara komunal. Waktu perjumpaan menjadi semakin terbatas dan bahkan hampir tidak ada ruang untuk berguruau. Setiap kita mau bertemu seseorang, sebelumnya harus membuat janji. Kalau tidak, kedatangan kita ditolak. Dianggap tidak etis. Dianggap seenaknya. Inilah kenyataan yang menggeser bentuk relasi yang intim, yaitu face to face. Inilah kenyataan yang memasung kejujuran dan kepolosan perjumpaan, seperti yang dipraktikkan nenek moyang kita secara turun temurun.
Manusia terkungkung dalam perangkap waktu. Waktu menguasai hidup manusia. Hal ini menyebabkan terjadinya gap antarkelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Kelompok berkuasa selalu ingin mengontrol atau kalau perlu menguasai kelompok yang tidak berkuasa. Kelompok mayoritas selalu ingin menang sendiri, dan seterusnya.
Riuhnya persaingan itu membuat manusia melalaikan pencarian dirinya yang ke dalam (siapa aku) dan lebih menekankan pada pencarian yang keluar, seperti harta, ketenaran, atau kekuasaan. Kita cenderung melekatkan diri pada angan-angan yang ada di luar diri. Kita jarang atau bahkan tidak pernah berusaha mencari ketenangan ke dalam diri, sebagai pusat kekayaan hidup kita. Kita senantiasa menggantungkan hidup pada peredaran waktu yang semakin gila.
Apa yang dapat kita lakukan? Satu jawaban pasti yang dapat kita lakukan dengan mudah dan gratis adalah hening sejenak. Kita meluangkan waktu untuk mengosongkan diri dari rutinitas yang mendesak dan menghimpit. Kita meruangkan kejernihan hati untuk mendengar bisikan-bisikan Alam Semesta yang begitu Indah dan menarik.
Dalam keheningan manusia mencoba masuk ke dalam diri untuk menemukan khasanah-khasanah rohaniah yang menstimulasinya untuk terus berjuang menjalani berbagai macam pola-pola kehidupan yang semakin gila dan terpaku oleh sempitnya ruang dan waktu. Berjalan ke dalam diri mengandaikan bahwa kita memiliki keberanian untuk meneropong secara lebih dalam dan pribadi kekayaan diri kita yang selama ini dirampas oleh beban-beban pekerjaan atau harapan-harapan yang melampaui daya kemampuan kita. Berjalan ke dalam diri menuntun manusia pada kesadaran akan “siapa dirinya?” Manusia mampu mengalami dirinya secara total. Manusia menjadi semakin memahami dirinya sendiri dan dengan itu ia juga semakin memahami orang lain. Keheningan menjadikan manusia penuh dengan dirinya dan dengan alamnya. Manusia menyatu dengan diri dan lingkungannya.
Perjalanan ke dalam diri, - oleh para sufi – biasa disebut pencarian spiritualitas kehidupan dalam kebersamaan dengan “yang lain.” Aku ada karena kau ada. Aku adalah engkau, engkau adalah aku. Kosong adalah berisi, berisi adalah kosong. Aku adalah sama baiknya dengan “yang lain.” Aku dan “yang lain” adalah satu.
Oleh karena itu, pencarian spiritualitas yang sejati membutuhkan keheningan jiwa, keheningan pikiran, dan keheningan hati. Dengan keheningan itu, obor-obor kehidupan di dalam diri dapat ditemukan secara kasat mata. Keheningan adalah pintu masuk pada spiritualitas diri.

PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH

Usaha pengembangan dan pemberdayaan kelokalitasan (potensi daerah setempat) di masing-masing daerah, terutama di daerah-daerah yang sedang berkembang atau bahkan daerah terpencil, membutuhkan man power yang handal dalam proses perencanaan, pelaksanaan, atau evaluasi. Proses ke arah ini menempatkan sektor pendidikan (sekolah) sebagai transformation medium masyarakat secara efektif dan berkesinambungan. Sekolah menjadi agent of change bagi setiap daerah yang hendak memajukan dan meningkatkan kualitas daerahnya. Signifikansi itu berkaitan dengan pengelolaan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaku-pelaku (actors) perubahan. Dengan SDM yang kompetitif diharapkan tumbuh partisipasi aktif masyarakat dalam mengembangkan daerahnya masing-masing, sehingga daerahnya memiliki nilai “jual” atau nilai “plus” dalam dunia yang hyperkompetitif ini. SDM yang kuat (pengetahuan, keterampilan, kemampuan) akan mampu memainkan peran yang efektif sebagai agent of change dan agent of transformation bagi daerahnya.
Itu berarti pendidikan (sekolah) memainkan peran sentral didalamnya. Karenanya pendidikan perlu dikelola dan dikembangkan secara partisipatif-sinergis-kompetitif sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan daerah dan tantangan-tantangan global. Pendidikan (sekolah) diarahkan pada upaya memersiapkan SDM yang kompeten sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan daerah dan memiliki daya saing di tingkat global. Ini penting untuk menjamin keseimbangan dan kesinambungan mutu SDM dan pembangunan antara kebutuhan daerah dan kebutuhan nasional atau internasional. Pendidikan diharapkan dapat membentuk atau “menghasilkan” out put dan outcome yang 100% daerah dan 100% nasional atau internasional.
Untuk menuju kearah itu, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, antara lain:
a. Membentuk payung hukum yang pro pendidikan
Pendidikan (sekolah) perlu dimanifestasikan sebagai “jantung” daerah yang menggerakan roda-roda pemerintahan secara lebih baik. Sekolah adalah media yang paling efektif dalam memersiapkan SDM untuk dapat memasuki dunia kompetensi dan kompetisi secara berhasil guna. Perlu disadari sungguh-sungguh bahwa dengan sekolah yang baik, SDM akan dapat berpartisipasi secara lebih baik dalam membangun daerahnya. Karena itu, produk-produk hukum perlu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan sekolah agar sekolah memiliki kekuatan dalam mengelaborasi kekayaan khasanah daerahnya dan perkembangan dunia yang amat pesat guna mengembangkan dan meningkatkan mutunya secara lokal maupun global. Sekolah memiliki kewenangan dalam merencanakan dan mendesain proses pembelajaran guna meningkatkan mutunya secara berkesinambungan sesuai dengan tuntutan lokal dan tuntutan global.
b. Meningkatkan Kualifikasi Tenaga Pendidikan
Meningkatkan kualifikasi tenaga pendidikan (guru) perlu dilakukan secara periodik dan professional dengan cara menyekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi atau memberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan pembelajaran secara berkala, sehingga para guru dapat menyegarkan kembali keilmuannya. Almarhum guru saya – Pater Drost SJ – menegaskan guru-guru yang professional itu minimal harus master dalam bidangnya masing-masing. Guru perlu memiliki kualifikasi yang minimal untuk dapat melakukan proses pembelajaran secara bermakna dan bermanfaat.
Guru yang professional adalah guru yang mampu melaksanakan proses pembelajaran secara bermakna (meaningful) dan berhasilguna (useful). Guru yang mampu mengaitkan antara apa yang dipelajari dengan apa yang diperlukan dalam kehidupan diri siswa dan masyarakatnya. Guru yang mampu mengembangkan kemampuan-kemampuan siswanya secara optimal-kontekstual. Guru yang memiliki visi futuristik. Guru yang mampu membimbing siswanya menjadi seorang problem solver.
Dalam hal ini, meningkatkan kualifikasi tenaga kependidikan perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dan professional sesuai dengan jenjang pendidikan (dari TK-SMA). Artinya standar kualifikasi guru TK tentu berbeda dengan standar kualifikasi guru SMA misalnya. Masing-masing jenjang pendidikan memiliki kekhasan masing-masing. Maka menurut saya, standar kualifikasi yang paling dapat dipertanggungjawabkan adalah kemampuan guru dalam (mendesign dan) melaksanakan proses pembelajaran secara lebih kreatif, inovatif, dan konstruktif ke arah pencapaian tujuan sekolah. Selain itu, ia mampu “mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia hidup peserta didiknya.”
c. Memperluas wawasan peserta didik
Guru yang memiliki kualifikasi membiasakan diri menanamkan nilai-nilai universal (universal values) kepada peserta didiknya dan mencari strategi-strategi bagaimana peserta didiknya dapat mengimplementasikan nilai-nilai itu dalam dunia konkretnya sehari-hari. Peserta didik diajak memahami kompleksitas atau keberagaman dunia dengan segala plus minusnya, sehingga mereka dapat mengontruksi sendiri pemikiran atau pengetahuannya tentang apa yang perlu dilakukan ketika mereka berada dalam situasi dan kondisi yang sama (strategi pemecahan masalah). Dengan cara seperti ini, guru membiasakan peserta didik untuk berpikir global dan bertindak local (think globally, act locally). Peserta didik memiliki wawasan yang luas, sehingga dapat bertindak bijak dan bajik di tengah-tengah lingkungan sosialnya. Peserta didik dilayani dalam keberagaman dan kekompleksannya, sehingga peserta didik menjadi bagian dari seluruh proses pembelajaran dan dapat mencapai tujuannya, yakni menjadi praktisi-praktisi atau pelaku-pelaku perubahan dan menghargai keberagaman.
d. Membangun Sinergi dengan Perusahaan
Menjalin sinergi dengan perusahaan-perusahaan setempat sangat penting artinya bagi peningkatan mutu lulusan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja (lapangan kerja). Bukan hanya pada tataran itu, tetapi juga perusahaan dapat menjadi tempat dan sumber belajar yang baik dalam upaya memperkenalkan peserta didik pada dunia kerja yang sesungguhnya. Sinergi juga dapat terjadi sebagai penyandang dana bagi sekolah (bisa dalam bentuk beasiswa atau dana operasional sekolah). Di samping itu, perusahaan juga dapat memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan yang dituntut oleh dunia kerja (perusahaan) yang semakin kompetitif. Dengan sinergi ini, sekolah tidak berjalan sendirian, tetapi beriringan dengan dunia yang akan dituju kelak oleh peserta didiknya, yaitu dunia kerja.

KREATIVITAS

Kehidupan manusia selalu bergerak dan bergerak. Gerakannya selalu diikuti oleh perubahan-perubahan diri (nilai-nilai, prinsip atau pandangan hidup), lingkungan sosial (norma-norma atau nilai-nilai masyarakat), dan alam semesta (semakin sempitnya lahan, rusaknya hutan, dsj). Perubahan-perubahan itu menandakan bahwa manusia senantiasa mentransformasi diri, lingkungan sosial, dan alamnya. Artinya manusia memiliki kemampuan untuk menciptakan realitas baru demi kehidupan yang lebih baik. Itulah kreativitas.
Kreativitas berasal dari kata dasar kreatif yang memiliki akar kata to create yang artinya mencipta. Manusia memiliki potensi untuk menciptakan berbagai hal baru, termasuk keberhasilan dan kebahagiaan dalam hidup ini. Manusia menciptakan sarana-sarana penunjang kehidupannya ke arah tujuan yang dimimpikan. Inilah yang sesungguhnya membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya.
Meskipun demikian, tidak berarti semua manusia menjadikan dirinya kreatif. Karena menjadi kreatif membutuhkan keberanian untuk memulai sesuatu yang baru, yang mungkin berlawanan dengan kelaziman masyarakat. Untuk itu, masing-masing manusia perlu mengembangkan dan menjadikan dirinya sebagai yang kreatif, yaitu menciptakan peluang-peluang, kemungkinan-kemungkinan atau realitas-realitas baru ke arah pencapaian suatu tujuan atau kebaikan bersama.
Berikut saya ringkaskan 6 (enam) cara mengembangkan kreativitas menurut Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel (www.sinar harapan.co.id).
a. Menjadi penjelajah pikiran
Seorang penjelajah pikiran meyakini bahwa ada banyak kemungkinan, peluang, produk, jasa, teman, metoda dan gagasan yang menunggu untuk ditemukan. Ia secara aktif mencari dan mengembangkan gagasan secara terus-menerus. Para penjelajah tidak takut dengan ketidaktahuan dan ketidakpastian. Karena mereka percaya bahwa ada banyak hal yang harus ditemukan
b. Mengembangkan pertanyaan
Kehidupan yang kreatif merupakan upaya mencari terus-menerus (continuing quest). Selalu bertanya merupakan keharusan untuk kita dapat bertumbuh dan berkembang. Jangan menganggap segala sesuatu sudah semestinya (take it for granted), senantiasa pertanyakan dan bertanyalah tentang apa pun yang anda lihat dan anda lakukan dalam kehidupan ini.
c. Mengembangkan gagasan sebanyak-banyaknya
Seorang pemenang hadiah Nobel di bidang Kimia, Linus Pauling pernah mengatakan: ”the best way to get good ideas is to get a lot of ideas.” Cara terbaik untuk mendapat gagasan yang bagus adalah dengan mengumpulkan banyak sekali gagasan. Dengan mengembangkan gagasan sebanyak-banyaknya, maka terbukalah alternatif-alternatif dan cara-cara baru dalam menghadapi (persoalan) hidup.
e. Menggunakan imajinasi
Imajinasi kita tidak dibatasi oleh batasan dunia nyata kita. Imajinasi kita tidak mengenal batas dan apa pun yang ditangkap oleh pikiran kita dan kita yakini, akan dapat mewujud menjadi realitas. Imajinasi kreatif kita membantu kita untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan atau opsi yang berbeda dan melihat banyak sekali skenario dan peluang hasilnya.
f. Isilah sumber inspirasi anda
Mengisi sumber inspirasi berarti mengembangkan diri kita untuk lebih waspada, menyeimbangkan kehidupan kita. Menyeimbangkan antara kerja dan relaks, antara kantor dan keluarga, antara dunia dan akhirat. Kita perlu membiasakan diri untuk melakukan relaksasi dan meditasi, sehingga kita dapat mencapai kesadaran yang lebih tinggi dan memasuki alam kreativitas yang membawa kita pada jalan kesuksesan.
Enam cara di atas menunjukan bahwa kreativitas dapat dirangsang, dilatih, dan dikembangkan secara terus menerus. Kreativitas bukanlah akhir dari suatu era. Kreativitas juga bukan produk zaman yang statis. Kreativitas adalah sebuah skill, sikap, gaya hidup, proses berpikir, dan karakter. Tujuan dari kreativitas adalah untuk meningkatkan kualitas hidup kita dan juga hidup banyak orang.
Pertanyaannya untuk kita adalah bagaimana kita atau orang tua dapat membantu anak-anaknya mengembangkan kreativitasnya sejak dini? Beranikah kita menjadi fasilitator atau kreator atau inspirator bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitas anak-anak?
Menurut hemat saya, kita dapat melakukannya dengan hal-hal sederhana. Seperti mau mendengarkan cerita anak, menghargai pendapat anak, tidak memotong pembicaraan anak ketika ia ingin mengungkapkan pikirannya, merangsang anak untuk tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai benda atau kejadian di sekelilingnya yang mereka dengar, lihat, rasakan, atau mereka pikirkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, orang tua juga perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan khayalan, merenung, berpikir, dan mewujudkan gagasannya dengan cara masing-masing. Biarkan mereka bermain, menggambar, membuat bentuk-bentuk atau warna-warna dengan cara yang tidak lazim, tidak logis, tidak realistis atau belum pernah ada. Biarkan mereka menggambar sepeda dengan roda segi empat, langit berwarna merah, daun berwarna biru. Jangan banyak melarang, mendikte, mencela, mengecam, atau membatasi anak. Berilah kebebasan, kesempatan, dorongan, penghargaan, atau pujian kepada anak agar mereka mencoba suatu gagasan, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.
Menjadi kreatif berarti menjadikan diri sebagai pencipta untuk kebaikan diri sendiri dan kebaikan bersama. Jadilah kreatif dalam segala hal.