Selasa, 31 Mei 2011

Hening Diri

Perubahan zaman melahirkan perubahan-perubahan yang lain, yang menyertai zaman itu. Seperti sikap, perilaku, atau pola pikir. Perubahan itu tentu memang diharapkan, karena manusia senantiasa berubah: dari saat ke saat. Tidak ada seorang pun yang ingin hidup dan diam dalam zaman yang begitu-begitu saja. Misalnya miskin, penuh percekcokan, dll.

Yang paling dahsyat adalah perubahan dalam pola pikir, sikap, dan perilaku manusia dalam menghadapi atan merespon suatu kejadian. Perkelahian, tawuran, pembakaran, pembunuhan, dsj, merupakan contoh-contoh tindakan yang terjadi akibat perubahan itu.

Mengapa hal itu terjadi begitu marak di negeri kita?
Salah satu sebabnya adalah kita kurang mengheningkan diri. Kita sibuk dengan urusan-urusan kita untuk memenuhi tuntutan "hawa nafsu", yang tidak pernah dapat dipuaskan. Dari kekayaan sampai kekuasaan.

Untuk itu, marilah kita mengheningkan diri sejenak. Dalam keheningan itu, kita akan menemukan diri kita yang sesungguhnya. Kita akan menemukan serpihan-serpihan kebaikan yang terkoyak oleh hawa nafsu kita, dan kita "merangkainya" kembali menjadi kebajikan. Kita akan menemukan diri yang kotor oleh sikap dan perilaku kita yang congkak, sombong, bebal, dsj, dan kita memutihkannya menjadi kebijakan hidup.

Heningkan diri untuk meraih kebajikan dan kebijakan hidup. Sebab dalam keheningan itu, kita berjumpa dengan diri kita yang sesungguhnya dan DIRINYA YANG ABADI. Heningkan diri, maka kita akan terpesona oleh keindahan Tuhan. Kita akan memeroleh kekuatan yang mengubah diri kita.

Meraih Kepastian

Kepastian bernegasi dengan kebimbangan. Orang yang bimbang merencanakan hidup dengan penuh kebimbangan. Ia tidak berani memutuskan sesuatu yang harus diputuskan. Ia selalu berada dalam kegelisahan yang tidak pernah berakhir. Karena, ia tidak berani membuat atau memutuskan tentang hidupnya mau dibawa atau dibuat apa. Kebimbangan menjadi salah satu penghambat perkembangan diri.

Lain halnya dengan orang yang berani memastikan atau membuat keputusan tentang hidupnya. Kepastian membuat seseorang berani melangkah atau menolak sesuatu yang berkaitan dengan hidupnya atau hidup keluarganya. Ia berani melakukan eksperimen, eksplorasi, atau cara-cara lain yang dapat membantunya mencapai "sesuatu", yang telah ia pastikan sebelumnya. Kepastian membawa atau membimbing orang pada kepercayaan diri untuk mencapainya.

Bagaimana caranya?
Caranya adalah dengan memastikan diri mampu meraih kepastian itu. Sebab kepastian hanya dapat diraih bila kita memastikan diri untuk kepastian itu.

Oleh karena itu, pastikanlah diri anda untuk menjadi pasti dalam mencapai kepastian. Kepastian diraih dengan memastikan diri untuk kepastian itu. Jauhkan diri dari kebimbangan, karena kebimbangan hanya akan menjatuhkan anda dalam kebimbangan itu. Kebimbangan tidak pernah menghasilkan kepastian. Kebimbangan hanya menghasilkan kebimbangan yang berujung pada kebimbangan.

Senin, 30 Mei 2011

Percaya tanpa Melihat

Dalam Yoh 12: 44-50, ada dua kata penting: “Percaya” dan “Melihat” Untuk mendalami dua kata ini baik kita melihat dan mencermati kisah berikut:

1) Koran kompas hari ini menurunkan berita: Surga atau kehidupan kekal itu Cuma dongeng (Stephen Hawking).
• Kematian terjadi setelah otak berhenti bekerja dan komponennya rusak. Tidak ada kehidupan setelah itu.
•"Kita harus menemukan nilai tertinggi dari tindakan kita,"

2) Konon di suatu zaman ada seorang genius yang terus mengembara, tanpa mengenal lelah, untuk mencari Tuhan. Ia punya keyakinan Tuhan itu ada di tempat X. Ia terus berjalan dan berjalan. Dalam pengembaraannya itu, ia berjumpa dgn beberapa orang tua dan berkata kepadanya: “untuk apa kamu mencari Tuhan, jika kamu tidak percaya?”
sang genius menjawab: “saya mencari Tuhan karena saya ingin melihat-Nya. Saya ingin memastikan bahwa Tuhan memang ada.” Ia kemudian meneruskan perjalanannya. Menjelang tengah hari, ia merasa lelah, kakinya bergetar. Ia kemudian beristirahat di bawah pohon yang rindang. Ia membaringkan dirinya hendak tidur. Namun tidak lama kemudian, ada seorang tua menjumpainya dan berkata: “kalau kamu mencari Tuhan, kamu tidak akan menemukan-Nya. Karena Tuhan tidak ingin menemui anda. Tetapi, kalau kamu percaya kepada-Nya, Ia telah menemui kamu. Berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya.” Setelah berkata demikian, orang tua itu langsung hilang dari pandangannya.
Si genius itu, lalu diam, diam, dan diam selama beberapa hari. Sampai akhirnya ia sadar bahwa: Tuhan yang dicarinya, sebenarnya sudah ia temukan dalam hidupnya. Hanya ia tidak percaya.

Injil hari ini menegaskan: percaya kepada Yesus = percaya kepada Bapa = melihat Bapa = memeroleh hidup kekal.
Namun, barangsiapa menolak Yesus = tidak melihat Bapa = menerima hakimnya sendiri.

Kasih Yang Tetap Tinggal

Dalam Yoh 15: 9-11, ada dua kata penting yang patut kita renungkan: “Tinggal” dan “Kasih” Untuk merenungkan kedua kata itu, saya akan awali dengan sebuah kisah.

“Anak Kecil, si Malaikat”

Konon ada sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dgn satu anak yg baru berumur 6 tahun. Pada suatu hari, sang ibu mengeluh kesakitan. Ia kemudian memeriksa diri ke dokter. Dokter mendiagnosa ibu ini menderita sakit berat, yg berakibat pada kelumpuhan. Dan memang akhirnya ibu ini lumpuh.
Menyadari dirinya sudah tidak mampu lagi berbuat sesuatu untuk suami dan anaknya, ibu meminta kepada suami dan anaknya untuk meninggalkannya sendirian agar ia cepat mati tanpa harus menyiksa suami dan anaknya.
“Ayah pergilah. Bawa serta anak kita. Biarlah anak kita bahagia dengan teman barunya. Aku kasihan melihatnya” pinta sang ibu. “Kenapa?” Tanya sang suami. “Ia, ayah dan anak kita boleh menikmati hidup yg bahagia, tanpa harus mengurus orang lumpuh. Biarlah mama sendirian, toh Tuhan sudah mendampingi mama”, jawab sang istri.
Mendengar alasan itu, sang suami terdiam sejenak dan akhirnya menuruti permintaan istrinya. Ia pergi mencari kerjaan di kota. Sementara sang anak tidak mau meninggalkan ibunya. Ketika dibujuk oleh ayahnya, ia berkata: “Aku mau tinggal sama ibu. Ayah pergi saja. Aku mau ibu melihat aku besar” pinta sang anak. Sang Ibu, juga merayu si anak, agar ia pergi ke kota bersama ayahnya. Namun, si anak menjawab: “ibu, aku mau tinggal sama ibu. Meskipun ibu sakit, aku akan merawat dgn kasih, sama seperti ibu telah merawat saya.” Sang ibu menangis dan memeluk putrinya. “Trima kasih anakku” puji ibunya. “Ya, bu. Aku juga berterima kasih bu. Karena ibu mengijinkan aku untuk tinggal bersama ibu dan merasakan apa yang ibu rasakan.”
Ketika sang ayah sudah pergi ke kota dan tidak pernah kembali lagi, sang anak dengan tekun merawat ibunya. Ia memasakkan ibunya sebisanya. Setiap hari ia pergi ke hutan mencari tanaman yg kiranya bisa makan. Sampai pada suatu siang yang panas, ia merasa capek dan lelah. Ia duduk disamping keranjangnya. Tiba-tiba datang gadis cantik menghampirinya. “Kenapa anak manis?” “saya capek habis ngambil bahan masakan ini (sambil nunjuk keranjangnya)” “kenapa kamu sendirian?” “Ia. Ayah saya pergi ke kota dan tidak pernah kembali. Ibu saya sakit lumpuh. Saya harus merawatnya.” “Bolehkah saya membantumu?” “Boleh. Saya senang sekali. Apalagi kalo kakak mau tinggal di gubuk kami.”
Mereka lalu pulang. Sesampai di rumah, sang anak menghampiri ibunya. “Ibu, aku punya kakak. Ia membantu aku tadi.” Gadis cantik itu menghampiri sang ibu dan berbisik: “terima kasih sudah menerima saya di rumah yg indah ini. Mari kita duduk.” Sang ibu menjawab: “maaf nona, saya tidak bisa duduk. Saya lumpuh.” “ia saya tahu, tapi sekarang ibu boleh duduk”
Sang ibu sembuh. Sang anak lari memeluk ibunya sambil berkata: “terima kasih, ibu sudah mengijinkan saya dan kakak ini tinggal dan melayani ibu”
“Terima kasih untuk semua… terima kasih sudah mau tinggal dan mengasihi ibu yang tidak berguna ini. Kalianlah malaikat Ibu.”
Setelah itu, gadis cantik itu pamit pergi… dan menghilang dari pandangan mereka. Ternyata gadis cantik itu adalah Malaikat Penolong utusan Allah.

Bapak/ibu dari kisah ini, kita dapat memahami apa maksud Yesus mengucapkan kata tinggal dan kasih berulang kali kepada kita. Yesus mau menegaskan kepada kita bahwa:
a.) Kita mesti terlibat aktif meruangkan hati untuk mengenal, merasakan, mengalami, menghidupi hidup Yesus dan kasih-Nya dalam sikap dan perilaku kita.

b.) Kita mesti menyelaraskan, meneladani hidup-Nya dan menimba kasih-Nya, yang tidak terbatas.

c.) Kita mesti melayani-Nya dalam pelayanan kepada sesama dalam kasih yg total seperti paulus dan Bernabas, anak kecil. Sehingga kita dapat mengabarkan keselamatan dan perbuatan-perbuatan ajaib Allah dari hari ke hari.

Semoga kita dikuatkan Allah untuk melakukan itu semua.