Kamis, 30 Agustus 2012

Menjadi Pelaku Firman

Alkisah di sebuah negeri di awan, seorang raja memerintahkan kepada para menterinya untuk menjaga peraturan yang telah ditetapkan di Kerajaannya. Setiap menteri mengawasi satu RT. Sang Raja berpesan: “setiap orang yang tidak melaksanakan apa yang sudah disepakati di kerajaan harus dihukum.” “Baik Paduka”, jawab para menteri. Setelah itu, para menteri menuju tempat tugasnya masing-masing dengan memegang teguh kata-kata sang raja. Ketika mereka sampai di tempat tugas masing-masing, mereka semua kaget melihat perilaku-tindakan para rakyat, yang hidup jauh dari “aturan raja.” Melihat perilaku hidup yang demikian, para menteri segera melaporkan “kejadian-kejadian yang dijumpai di lapangan.” “Paduka raja, rakyat di tempat tugas hamba hidup jauh dari aturan kerajaan. Mereka sebelum makan tidak cuci tangan. Mereka juga jarang mengumpulkan upeti untuk Paduka.” “Apa yang kamu lakukan?” “Hamba sudah peringatkan, tegur, dan beri ancaman,” kata para menterinya. “Bagus,” tegas sang raja. Beberapa minggu kemudian, para menteri telah menyelesaikan tugasnya. Mereka menghadap raja: “Paduka raja, hamba sudah mampu lagi menegur, menasihati, dan mengancam rakyat.” “Mengapa?”, tanya sang raja kaget. “Karena rakyat sudah pandai-pandai. Mereka hidup bukan lagi untuk peraturan, tetapi peraturan untuk mereka. Dan tentang yang najis dan tidak najis, mereka sudah memiliki standar sendiri, yaitu: yang najis bukan apa yang mereka makan, tetapi apa yang mereka perbuat-lakukan-ucapan. Yang najis adalah apa yang keluar dari perbendaharaan hatinya”, terang para menteri. “Ah… apa? Kamu tidak berbohong, kan?”, tanya sang raja kaget. “Tidak paduka raja. Para rakyat sekarang sudah hidup sebagai pelaku Firman, bukan hanya sebagai pendengar seperti dulu. Itu berkat guru Agung mereka”, jelas para menteri. “Ha….??? Siapa gurunya???”, tanya paduka raja. “Mereka memanggilnya Yesus Kristus, Paduka”, jawab para menteri. “Yesus Kristus???”, hardik paduka raja. “Ya Paduka…”, jawab para menteri ketakutan… “Wah… kalo begitu, rakyat bisa berontak nanti!! Apa yang bisa kita lakukan agar rakyat tidak berontak??”, tanya sang raja kepada para menterinya. “Paduka raja, kalo hamba boleh usulkan: kita mesti mulai mendengarkan apa yang dikatakan oleh rakyat. Kita tidak bisa lagi menakut-nakuti rakyat dengan aturan-aturan yg kita tafsirkan sendiri demi kepentingan kita. Kita juga tidak bisa memaksa rakyat untuk patuh-tunduk kepada aturan yang kita buat. Sebab mereka memiliki Allah yang dekat. Paduka raja, kita juga perlu melaksanakan apa yang kita tetapkan. Karena hanya dengan itu, rakyat percaya bahwa kita tidak membebankan mereka. Bukankah apa yang kita lakukan-perbuat lebih mulia daripada apa yang kita tetapkan”, usul para menteri. “Baiklah kalo begitu. Kamu juga harus menjaga agar tindakan-perbuatanmu tetap baik”, tegas sang raja. <i>Dalam hidup sehari-hari kita perlu mendengarkan dan memerhatikan kebutuhan orang lain. Karena bersama orang lain itulah kita mengembangkan diri kita. Sifat angkuh dan ingin menang sendiri perlu dijauhi. Kita perlu mengedepankan sikap rendah hati-ketulusan untuk merubah diri ke arah yang lebih baik, seperti sang raja. Berkaitan dengan itu, Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa: (1) Allah yang kita imani adalah Allah yang dekat dengan kira. Ia ada selalu bersama dengan kita (Ul 4: 7-8). (2) Sebagai pengikut Yesus kita tidak boleh mengurangi, menambahkan atau menafsirkan perintah-peraturan yang telah ditetapkan Tuhan sesuai dengan keinginan kita. Kita hendaknya melaksanakannya (Ul 4: 1-2). (3) Kita hendaknya menjadi pelaku-pelaksana firman. Bukan hanya sebagai pendengar. Sebab ibadah yang benar dan murni dihadapan Allah adalah melakukan apa yang diajarkan Allah (Yak 1: 26-27). (4) Semua yang kita makan tidak membuat kita najis (jauh dari Allah, berdosa), tetapi yang menajiskan adalah apa yang keluar dari seseorang; sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan (Mrk 7: 15.20-22).