Jumat, 27 November 2009

Luk 21: 20-28

Kaum Bonapasogit yang terkasih. Injil hari ini mengingatkan kita akan dua hal: pertama, ketidakbaikan yang terjadi dalam hidup kita, seperti bencana alam, penyakit, kecelakaan, dsj merupakan cara Allah untuk menarik kita kembali kepada diri-Nya. Peristiwa-peristiwa itu merupakan tanda-tanda atau peringatan-peringatan Allah bahwa sikap, tindakan, perilaku kita bertentangan dengan diri-Nya. Allah mendidik kita bahwa kita bukanlah apa-apa dihadapan-Nya. “Segala kekuatan, kekuasaan, ataupun kekayaan yang kita miliki tidak ada artinya dihadapan Allah bila tidak dilaksanakan sesuai dengan kehendak-Nya.” Karena itu, “apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat.” Jadi, hidup selaras dan intim dengan-Nya merupakan suatu keharusan.
Kedua, Allah membebaskan kita dari berbagai macam ketidakbaikan bila kita hidup selaras dan intim dengan-Nya. Allah akan melindungi dan menjauhkan kita dari berbagai macam bahaya, seperti Daniel yang dibebaskan dari sergapan singa-singa yang kelaparan. Allah menyelamatkan setiap orang yang percaya, menyerahkan diri, dan menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah.
Kaum Bonapasogit yang terkasih. Marilah kita bangkit dan mengangkat muka kita kepada Allah. Sebab Allahlah yang menyelamatkan kita. Allahlah yang mampu memberikan kita kehidupan yang kekal. Amin.

Kamis, 19 November 2009

Meniti Hidup

Ketika kita lahir, perlahan-lahan tapi pasti

RAJA KEBENARAN

“Untuk itulah Aku lahir, dan untuk itulah Aku datang ke dunia ini, yakni untuk memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
Kristus raja semesta alam. Sebagai raja, Yesus hidup jauh dari gaya hidup seorang raja pada umumnya. Yesus hidup sederhana, berkelana mewartakan Kebenaran Allah kepada manusia. Ia menjauhkan diri dari kenikmatan-kenikmatan duniawi, seperti harta, kekuasaan, dan penghormatan. Ia bahkan memerintahkan kepada para pengikut-Nya untuk “meninggalkan segala-galanya jika ingin menjadi murid-Nya.”
Bagi Yesus, apa pun alasannya, para murid harus menjauhkan diri dari keinginan akan uang, kekayaan, kekuasaan, dan gila hormat. Para murid harus memfokuskan seluruh dirinya untuk mewartakan kebenaran-kebenaran Allah, yakni kabar gembira keselamatan kepada seluruh umat manusia, tanpa kecuali.
Lebih dari itu, para murid harus menjadi pelayan dari segala pelayan (servus servorum). Tidak memihak yang kuat dan melecehkan yang lemah. Tidak bersekongkol dengan penguasa untuk membenarkan tindakan yang salah. Tidak memamerkan atau menyombongkan diri, melainkan harus rendah hati. Tulus. Berani mengemukakan kebenaran.
Dalam wawancara-Nya dengan Pilatus, tampak bahwa Yesus menghadirkan diri sebagai pribadi yang rendah hati dan sekaligus tegas pada kebenaran. Ia dengan tegas menolak kerajaan politis dengan menegaskan Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini. Kerajaan-Ku adalah kerajaan Rohani-Surgawi, bukan kerajaan politis-duniawi.
Jawaban Yesus ini menegaskan bahwa Kerajaan Kebenaran tidak membutuhkan persekongkolan politis, seperti yang diingini oleh Pilatus dan para imam kepala. Juga tidak membutuhkan pengakuan penguasa yang lalim dan jahat. Juga tidak cari keuntungan diri (bisa selamat: tetap berkuasa). Kerajaan Kebenaran hanya membutuhkan keberanian, ketulusan, dan kejujuran untuk melakukan dalam seluruh prilaku hidup setiap hari.
Keberanian untuk mengatakan-menegakkan kebenaran. Kebenaran adalah kehidupan. Kebenaran adalah jalan menuju kebersatuan dengan Allah. Kebenaran membebaskan kita dari maut. “Demi kebenaran Allah, aku rela menderita, dicacimaki, dicemooh, atau bahkan dibunuh.”
Ketulusan untuk tetap dan terus melakukan dan mewartakan kebenaran. Bahwa kebenaran Allah harus mewarnai dan menggarami dunia yang buram dan tawar. Meskipun dihadapkan pada berbagai macam tantangan, seperti kekayaan, kekuasaan, atau kenikmatan. “Demi kebenaran Allah, aku rela menjadi pelayan bagi setiap orang. Aku rela menjadi servus servorum.”
Kejujuran untuk memperjuangkan kebenaran Allah. Bahwa apa yang kita lakukan, semuanya demi tegaknya kebenaran Allah di tengah-tengah dunia ini. Kebenaran Allah adalah kebenaran kekal. “Demi kebenaran Allah, aku merelakan diri untuk menentang kemunafikan, kebohongan, atau cara-cara yang tidak fair.”
Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan Negara kita?
Kebenaran Allah tampaknya jauh dari hidup kita, hidup Negara kita. Kita tidak jarang menerapkan kebenaran fiktif untuk memeroleh keuntungan-keuntungan pribadi (uang, kekuasaan, kedudukan, atau kehormatan). Para penegak hukum tidak jarang menegakkan kebenaran material, yaitu kebenaran diukur dengan sejumlah materi (uang). “Siapa yang memberi banyak, dia yang benar.” Atau mereka baru bekerja kalau ada uang, sehingga terjadi suap-menyuap, korupsi, jual-beli perkara, dan sejenisnya. Ironis. Inilah “hidup untuk uang. Bukan uang untuk hidup.”
Keadaan yang demikian menyebabkan kehidupan menjadi tidak bahagia. Hidup menjadi pelarian, yaitu lari dari Allah dan mengikuti daya pikat kenikmatan duniawi. Lari dari kebahagiaan ilahi-surgawi dan mengutamakan “kebahagiaan materia-duniawi.”
Bagaimana cara mengatasi hal ini?
Sabda Tuhan hari ini memberikan jawabannya. Pertama, kita perlu hidup rendah hati, seperti Yesus meskipun Dia adalah raja semesta alam, namun Ia tetap sederhana. Tidak menampilkan diri sebagai raja. Ia membiarkan orang lain yang mengatakan bahwa “Ia adalah raja segala raja.”
Kedua, orientasi hidup harus diarahkan pada kerajaan ilahi-surgawi, bukan materia-duniawi. Kita hidup untuk kerajaan rohani, kerajaan kebenaran Allah.
Ketiga, menanamkan dan mewartakan kebenaran Allah dalam seluruh perilaku hidup harian kita. Kita telah ditebus dengan darah-Nya dan telah ditetapkan menjadi imam-imam-Nya bagi Bapa. Sehingga dengan demikian kita dapat berucap tegas bersama Yesus: “Untuk itulah Aku lahir, dan untuk itulah Aku datang ke dunia ini, yakni untuk memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk melakukan yang baik dan berkenan kepada Allah.

Sabtu, 14 November 2009

"Memilih untuk Tidak Memilih"

Manusia adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk individu. Manusia gemar melakukan sosialisasi dengan berbagai macam jenis kehidupan lainnya selain manusia itu sendiri. Sosialisasi yang kita jalankan, sebagai manusia, seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang mengharuskan kita untuk memilih. Tetapi memilih yang baik dan benar, perlu perjuangan yang tiada akhir.

Saya adalah satu yang tidak memakai hak pilih. Saya memilih untuk tidak memilih. Mengapa? Karena bagi saya hidup, pertama-tama bukanlah pilihan, tetapi keindahan. Adanya keberagaman hidup menandakan bahwa indahnya hidup ini.

Hidup yang indah ditandai dengan adanya yang membuat indah. Seperti warna-warni dedaunan. Seperti tinggi rendahnya jurang... dan seterusnya.

Karena itu, buatlah hidup kita bukan untuk memilih, tetapi memilih untuk tidak memilih...

"Menata Hati"

Akhir-akhir bangsa kita sedang dilanda penyakit menyalahkan orang lain. "Lempar batu sembunyi tangan" kata orang-orang bijak. Bagaimana tidak. Institusi Kepolisian dan Kejaksaan disinyalir membangun kompromi untuk menghancurkan institusi KPK, yang sudah lumayan keras dalam memerangi penyakit suap-menyuap dan korupsi.

Tapi apa yang kita saksikan sekarang adalah bangsa kita sedang dikuasai oleh kekuatan kegelapan. Sementara kekuatan terang sedang dihalang-halangi atau kalau perlu dihancurkan. Ngeri. Kita semua tahu bahwa kekuatan kegelapan adalah kekuatan yang membahayakan kelangsungan hidup manusia Indonesia, bahkan kelangsungan hidup negara Indonesia. Tetapi sayang, hawa nafsu akan uang (materi) membutakan mata para penegak hukum kita.

Demi uang, negara dipertaruhkan. Demi uang, jatidiri diperjualbelikan. Demi uang, kesucian diri digadaikan.

Karena itu, kita butuh menata hati kita agar ia mengarahkan kita pada kebenaran dan kebaikan. Hati kita perlu ditata sedemikian rupa agar memancarkan terang bagi tindakan dan perilaku kita setiap hari. Hati yang terang akan menerangi apa yang akan kita kerjakan. Benar atau tidak.

Jadikan hati anda penuh berkah. Tatalah hati anda agar menghasilkan kebaikan. Siramilah hati anda dengan kasih dan pengorbanan, perjuangan dan pengabdian.

Kamis, 05 November 2009

Menjadi Indah

Kita semua setuju bahwa keindahan membuahkan kesegaran di dalam hati kita. Adanya keindahan, membuat hati kita menampilkan diri sebagai penikmat keindahan. Dengan menjadikan diri indah, kita akan menjadi pribadi-pribadi yang mampu membangun diri dan dunia dengan penuh ketulusan.

Keindahan mengalir dari ketulusan kita untuk menjadikan sesuatu di luar diri kita sebagai yang indah. Dengan menjadikan yang lain indah berarti yang lain akan menjadikan kita indah.

Jadikanlah diri kita indah dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang mendatangkan keindahan, seperti tulus, jujur, sabar, baik hati, senang melayani, dsj. Terutama dalam hidup berkeluarga, hormatilah satu sama lain sebagaimana diri kita mau dihormati dan dihargai oleh orang lain.

Indahkan diri dengan mengindahkan orang lain.

Jumat, 23 Oktober 2009

"SATU UNTUK SATU"

Dalam kursus perkawinan, saya selalu memberikan satu pertanyaan kepada para peserta untuk direnungkan dan sekaligus dimengerti secara rasional. "Untuk apa anda menikah?" Ada berbagai macam jawaban yang muncul. Seperti ingin punya anak, ingin tinggal bersama, ingin berbagi, .... namun tidak pernah ada jawaban "ingin menjadi satu".

Herannya lagi, ketika menikah mereka dapat dipastikan memilih teks "apa yang sudah dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan oleh manusia." Sungguh mengkawatirkan.

Dalam hati saya membentak mereka. Tetapi saya tidak tega mengungkapkannya. Memang persiapan perkawinan seringkali tidak dipahami oleh banyak calon mempelai. Mereka lebih memfokuskan diri pada keadaan diri dan keadaan calon pasangannnya. Namun mereka tidak belajar untuk memahami, mengerti, dan menerima pasangan bila kelak tidak seperti yang tampil saat mereka menikah.

Pasangan yang dihadapi saat menikah adalah pasangan yang berbeda dengan pasangan yang akan dihadapi 2 tahun dan seterusnya..... Perpindahan dari pacaran....menikah...punya anak... sungguh merupakan sebuah keputusan yang harus dipenuhi dengan berbagai macam prediksi dan kemampuan untuk menerima pasangan apa adanya. Gemuk, cerewet, atau apa pun dia adanya kelak. Menerima berarti mengakui dia sebagai pribadi yang selalu siap menerima kita apa adanya.

Karena itu, bentuklah diri kita sebagai pribadi yang penuh dengan keinginan untuk menerima apa adanya. Bermainlah dengan hati yang penuh ampun dan penuh senyummmm

Minggu, 11 Oktober 2009

"Ketika Hati Tak Tenang"

Hati bersama jantung menjadi pusat (setrum) kehidupan. Ketika hati terganggu, aktivitas kehidupan menjadi letih, lesu, dan bahkan jauh dari gairah. Hati yang terluka oleh pengalaman dan interaksi dengan orang lain menjadikan hidup tidak berjalan pada rel KEHIdUPAN, tetapi cendrung berjalan "rel uncontrol".

Seorang bijak berkata: "hati yang terluka adalah hati yang uncontrol. hati yang tidak memiliki gairah hidup seperti yang diinginkan"

"Memasuki Kehidupan Kekal" (Mrk 9: 33-37)

"Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9:35)

Saudara/I yg terkasih
Kita sering berlaku seperti para murid. Ngerumpi tentang perebutan jabatan atau posisi yang sedang lowong. “Siapa yang akan menjadi yang terbesar di antara kita?” Dalam benak para murid untuk menjadi yang terbesar berarti mereka harus menjadi pemimpin atau pejabat dalam kelompoknya. Dalam diri mereka tidak terbersit niat bahwa untuk menjadi yang terbesar berarti menjadi seorang pelayan. Maka ketika mereka ditanya oleh Yesus, mereka terdiam. Mungkin ada rasa malu karena motivasinya untuk menjadi yg terbesar begitu dangkal: Jabatan.

Saudara/I yg terkasih.
Sabda Yesus hari ini mengingatkan kita akan dua hal: pertama, pikiran kita bukanlah pikiran-Nya. Keinginan kita bukanlah keinginan-Nya. Kehendak kita bukanlah kehendak-Nya. Seperti yang diungkapkan Nabi Yesaya ”Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku” (Yes 55:8). Karena itu, kita harus menyatukan pikiran, keinginan, dan kehendak kita dengan pikiran, keinginan, dan kehendak Allah.
Kedua, untuk menjadi yg terbesar dalam Kerajaan Allah tidak diperoleh melalui jabatan duniawi, tetapi melalui pengosongan diri dan pelayanan kepada Allah melalui pelayanan kepada sesama. ”Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”

Kamis, 01 Oktober 2009

"Hidup Yang Diberkati"

Ketika saya melayani di sebuah tempat yang jauh dari keramaian, yaitu di pelosok hutan Kalimantan, terlintas dalam hati untuk tidak meneruskan perjalanan yang masih kurang lebih 5 km lagi. Pikiran saya menentang perjalanan itu. "Untuk apa kamu meneruskan perjalanan ini? Di sana juga umatnya sedikit. Tidak imbang antara perjalanan dan umat yang hendak dikunjungi."
Desakan pikiran itu sedikit memalingkan tujuan pelayanan saya. Saya menjadi sedikit bingung.
Dalam kebingungan itu, saya berhenti sejenak di tengah jalan sambil mengamati-ngamati hutan dan lumpur yang mewarnai mobil. Dalam pengamatan itu, hati saya mendesak saya untuk meneruskan perjalanan ini. "Teruskan. Kamu ke sini untuk melayani Yesus, bukan untuk bertemu orang sedikit atau banyak. Ingat Yesus pernah bersabda: 'Dimana dua atau tiga orang berkumpul atas nama-Ku, disitu Aku hadir.'"
Desakan hati ini memotivasi saya untuk menyelesaikan perjalanan ini. "Saya harus mengikuti perjalanan Yesus yang penuh darah dan duri. Bahkan sampai di salib dengan bengisnya."
Sejam kemudian saya sampai di tempat tujuan. Wahhhh, luar biasa. Saya disambut dengan begitu riang dan gembira. Membahagiakan. Menentramkan.

Hidup yang diberkati bukanlah hidup yang lemah, cengeng, merengek-rengek atau mengikuti keinginan diri. Hidup yang diberkati adalah hidup yang kuat, terarah pada kebaikan, dan mengandalkan Tuhan dalam setiap situasi kehidupan.

Jadilah berkat bagi orang lain, maka anda akan menerima berkat. Taburlah kasih kepada orang lain, maka anda akan menuai kasih.

Hari ini sebelum kita mengatakan sebuah kata yang tidak baik - Pikirkan tentang seseorang yang tidak bisa berbicara. Sebelum kita mengeluh tentang rasa makanan - Pikirkan tentang seseorang yang tidak memiliki apa-apa untuk dimakan.
Sebelum kita mengeluh tentang suami atau istri kita - Pikirkan tentang seseorang yang menangis kepada Tuhan untuk memiliki seorang teman.
Hari ini sebelum kita mengeluh tentang hidup - Pikirkan tentang seseorang yang pergi terlalu dini ke surga.
Sebelum kita mengeluh tentang anak-anak kita - Pikirkan tentang seseorang yang menginginkan anak tapi mereka mandul. Sebelum kita berdebat tentang rumah yang kotor, seseorang yang tidak bersih atau jorok - Pikirkan tentang orang-orang yang tinggal di jalanan. Sebelum mengeluh tentang jarak kita mengemudi - Pikirkan tentang seseorang yang berjalan kaki dengan jarak yang sama. Dan ketika kita lelah dan mengeluh tentang pekerjaan kita - Pikirkan tentang pengangguran, orang cacat dan mereka yang berharap mereka mempunyai pekerjaan. Tapi sebelum kita memikirkan untuk mengacungkan jari atau mengutuk lain - Ingatlah bahwa tidak ada salah satu dari kita yang tanpa salah. Dan ketika pikiran sedih membuat kita lesu - Letakkan sebuah senyum di wajah Anda dan bersyukurlah bahwa kita masih hidup dan masih ada.
Hidup adalah anugerah, hidup haus dihidupi, nikmatilah, rayakan, dan gapailah kepenuhannya.

Spiritual Reflections - Kita tidak melihat hal-hal sebagaimana adanya, kita melihat hal hal itu sebagaimana keadaan kita

Spiritual Reflections - Kita tidak melihat hal-hal sebagaimana adanya, kita melihat hal hal itu sebagaimana keadaan kita: "post@henlia.com"

Selasa, 29 September 2009

“Menjadi Murid Kristus yang Sejati” (Bil 11: 26-29; Yak 5: 1-6; Mrk 9: 38-43.45.47.48)

Permenungan kita akan sabda Allah yang baru saja kita dengarkan, menggugah kesadaran kita akan dua hal: pertama, pentingnya menghargai kemampuan atau iman orang lain; kedua, pentingnya penertiban diri.

Menghargai kemampuan –iman orang lain
Dalam bacaan I, Musa yang dipenuhi Roh Kudus tidak menolak ketika Eldad dan Medad dipenuhi Roh Kudus seperti nabi dan bernubuat di luar kemah perjanjian. Musa menyadari bahwa Allah tidak hanya memberikan Roh-Nya hanya kepada dirinya sendiri, tetapi juga kepada orang lain, yang Dia kehendaki (Eldad dan Medad). Musa bahkan berharap semoga semua orang menerima Roh Tuhan dan mulai bernubuat seperti nabi. Karena itu, ketika Yosua bin Nun meminta Musa untuk mencegah Eldad dan Medad, ia berkata: ...sekiranya seluruh umat Tuhan menjadi nabi, karena Tuhan memberikan Roh-Nya kepada mereka.
Dalam bacaan II, Yakobus dengan nada cukup keras menegur orang-orang kaya yang tidak menghargai buruhnya. Di sini, Yakobus bertindak seperti nabi yang mengecam mereka yang memeras tenaga orang lain demi memerkaya diri supaya bisa berfoya-foya dan memuaskan hatinya. Sementara mengabaikan hari penyembelihan-penghakiman, dimana Allah akan menyelamatkan orang-orang benar dan menerakan orang-orang tidak benar. Bagi Yakobus, pengabaian hak orang lain (buruh tani) berarti melawan Tuhan semesta alam. Sebab kekayaan tidak akan bernilai di hari penghakiman. Kekayaan akan memakan dagingmu seperti api.
Dalam Injil, Yesus menegaskan kembali bahwa penghargaan terhadap kemampuan-iman seseorang merupakan suatu keharusan bagi seorang murid-Nya. Seorang murid harus terbuka terhadap kebaikan yang ada di luar kelompoknya, bahwa orang di luar juga diberkati oleh Allah. Janganlah kamu cegah dia! Sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat dalam nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.
Terhadap orang lain seorang murid harus bermurah hati. Ia tidak boleh menghalangi-merintangi pekerjaan orang lain yang menjadikan hidup seseorang diberkati dan dibebaskan dari kuasa kejahatan. Sebab barangsiapa diilhami oleh Roh Allah, ia adalah murid Kristus. Barangsiapa berbuat baik karena kasih, ia adalah milik Kristus. Tetapi barangsiapa berbuat jahat kepada sesama, ia berbuat jahat kepada Kristus dan bukan merupakan murid-Nya.

Penertiban diri
Kemampuan kita untuk menghargai kemampuan-iman seseorang menuntut kita untuk menertibkan diri kita, yang seringkali sombong, congkak, atau ingin menang sendiri. Kita harus menertibkan tangan kita, supaya tangan kita tidak usil: colek kanan, colek kiri, ambil kanan-ambil belakang. Jika tanganmu menyesatkan engaku, penggallah...
Kita menertibkan kaki kita, supaya kaki kita tidak melangkah sembarangan: rumah tetangga, kamar tetangga.. Jika kakimu menyesatkan engkau penggallah...
Kita menertibkan mata kita, supaya mata kita melihat dan mengarahkan kita pada kebaikan. Bukan kepada kejahatan. Jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah...
Penertiban diri memungkinkan kita untuk menghargai kemampuan-kebaikan yang ada di luar diri kita. Kita menjadi terbuka (toleransi) bahwa kebaikan itu bukan hanya milik kita, tetapi milik semua orang. Roh Kudus dicurahkan dan berkarya dalam diri setiap orang.
Penertiban diri mengharuskan kita, sebagai seorang murid Kristus, bersikap tegas terhadap diri dan kebaikan Allah.

Simpulan
Pertama, menjadi seorang murid Kristus berarti kita harus menghilangkan-menghapuskan sikap-perilaku eksklusivitas, merasa benar sendiri, menindas orang lain, melarang seseorang berbuat baik atau mencurigai orang lain.
Kedua, seorang murid Kristus harus mengedepan kasih, penghargaan, penghormatan, dan keterbukaan kepada setiap orang yang bertindak dan berbuat atas dasar kasih Kristus.
Ketiga, seorang murid Kristus harus menaruh hormat dan mendukung karya Roh Kudus yang terjadi di luar diri kita.
Keempat, Murid Kristus yang sejati ditandai oleh ketekunan dan ketegasan untuk menyingkirkan apa saja yang mengarah kepada dosa.

Tuhan memberkati
25/9/09

Rabu, 23 September 2009

Menemukan Cinta Sejati

Pergumulan Yakub dengan Laban, pamannya, membuka kesadaran kita bahwa hidup bersama orang lain membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang tiada henti. Perjuangan dan pengorbanan Yakub bermuara pada penemuan CINTA SEJATINYA PADA RAHEL, gadis cantik, putri pamannya.
Untuk mendapatkan cinta sejati itu, Yakub harus melewati beberapa ujian atau tantangan yang ditawarkan oleh pamannya. - mirip sayembara kerajaan -. Pertama: Yakub harus bekerja tujuh tahun lamanya untuk Laban. Kedua: Yakub harus mengorbankan perasaannya karena ia dihadiahi Lea, kakak Rahel. Ketiga: Yakub harus bekerja tujuh tahun lagi.
Perjuangan dan perngorbanan untuk menemukan cinta sejati memang bukanlah perkara mudah. Banyak rintangan yang siap menghadang. Mungkin itulah cara Tuhan untuk menguatkan dan menguji kekuatan dan kesejatian sebuah cinta.
Menghadapi tantangan itu,- yang oleh Yakub dianggap tidak fair - tidak membuat Yakub putus asa. Ia malah teringat akan apa yang telah ia lakukan bersama dengan Ibunya, yaitu menipu Iskhak, ayahnya, dan mengambil hak kesulungan dari Esau. (Ibaratnya sang penipu kena tipu). Yakub tetap menyelesaikan tantangan itu.
Pertanyaannya, apa yang dapat kita pelajari dari Yakub untuk hidup beriman kita?
Pertama, kesetiaan. Menjadi pribadi yang setia terhadap pasangan, keluarga, dan juga terhadap tugas-tugas yang dipercayakan kepada kita membutuhkan semangat kerendah-hati-an. Kita hendaknya menjadi diri yang menyerahkan cinta kita hanya kepada yang pilihan yang terbaik (perbuatan baik, sikap baik, tutur kata yang baik, dll). Kesetiaan adalah taruhan hidup yang tidak ternilai harganya. Jadi, JADILAH PRIBADI YANG SETIA SAMPAI AKHIR PADA PILIHAN KITA (pasangan, iman, kebaikan).
Kedua, pengorbanan. Kesetiaan yang kita perjuangkan membutuhkan pengorbanan dan sekaligus pengendalian diri yang tinggi. Kita berani berkorban bukan karena kita senang dikorbankan, tetapi karena kita ingin meraih yang terbaik seperti Yakub. Kita belajar borkorban untuk sesuatu yang baik dalam hidup kita.
Ketiga, menepati janji. Perjanjian yang kita adakan dengan Tuhan dan sesama hendaknya kita tepati. Sebagai orang beriman kita mesti menjadi pribadi yang anggun dengan Tuhan dan sesama.

"Kesetiaan, pengorbanan, dan tepat janji akan menghantar kita pada penemuan cinta yang sejati, seperti yang dialami oleh Yakub. Rencana dan berkat Allah akan mengalir terus melalui berbagai macam cara. Sebab Allah mendengarkan, melihat, dan memerhatikan apa yang kita kerjakan..... semoga apa yang kita kerjakan semakin memuliakan nama Tuhan, kita Yesus Kristus..."

Jumat, 04 September 2009

"Mendengar"


Kita tidak bisa membayangkan, betapa menderitanya seseorang yang alat pendengarannya tidak dapat berfungsi dengan baik. Apalagi kalau kita berjumpa di jalan dengan seseorang yang belum pernah mengenal kita, lalu misalnya ia bertanya... "dimana jalan Yesus?" Kita tidak bisa memberikan jawaban apa pun.
Orang tersebut pasti marah... "Budek, bisu, dll" Mendengar adalah sebuah anugerah Allh yang tidak ternilai harganya. Allah menganugerahkan pendengaran yang baik kepada kita agar kita dapat mewartakan yang baik di tengah-tengah dunia. Namun, sayang, kita kerapkali lebih senang mendengar yang tidak baik, lalu mewartakan yang tidak baik itu. Berapa banyak orang yang menjadi korban hanya karena kita mendengar yang tidak baik lalu kita sebarkan....
Padahal, Allah menganugerahkan itu kepada kita pertama-tama supaya kita mendengarkan Firman-Nya, menanamkan di dalam hati, dan mewartakan-Nya melalui sikap dan perbuatan kita setiap hari. Mendengar yang baik berarti mewartakan yang baik..... Sebab Firman Allah mendorong dan membebaskan lidah kita untuk mewartakan yang baik.

"Ia Menjadikan Segala-galanya Baik.." (Mrk 7:31-37)


Sabda Tuhan hari ini mengisahkan salah satu karya Yesus yang sangat luar biasa, yaitu menjadikan orang tuli mendengar dan orang bisu berbicara. Namun sekaligus menjadi peringatan bagi kita: yang seringkali bisu dan tuli terhadap sapaan dan panggilan Allah. Kita seringkali menutup diri terhadap Tuhan dan tidak mampu memuji Dia.
Meskipun demikian, mari kita cermati Injil hari ini. Dalam perjalanan-Nya ke Sidon, Galilea, daerah Dekapolis, Yesus bersama para murid-Nya kedatangan tamu ”istimewa”, yaitu seorang tuli dan yang gagap dan mohon untuk disembuhkan. Apa yang dilakukan Yesus?
Pertama, Ia memisahkan orang tersebut dari keramaian. Ia ingin berbicara, mengenal, dan memahami orang tersebut secara lebih pribadi. Ia ingin supaya orang tersebut hanya mendengar suara-Nya, bukan suara kerumunan orang. Ini berarti Yesus menerima dan merangkul setiap orang yang mau datang dan memercayakan dirinya kepada Yesus. Siapa pun orang tersebut. Hati Yesus selalu terbuka bagi setiap orang yang mau datang kepada-Nya. Sebab bagi Yesus tidak ada masalah yang sulit. Semua masalah menjadi mudah.
Kedua, Yesus memasukan jari-Nya ke telinga orang itu, meludah dan meraba lidah orang itu, kemudian menengadah ke langit dan berkata ”efata”. Seketika itu juga orang tersebut sembuh: bisa mendengar dan berkata-kata dgn baik. Luar biasa. Menakjubkan.
Menyaksikan apa yang dilakukan Yesus, membuat orang-orang yang ada di situ takjub dan tercengang sambil berkata: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.". Karena itu, mereka tidak bisa menahan diri untuk memberitakan Yesus dan karya-Nya. Kabar gembira harus segera diwartakan.
Apa yang dapat kita pelajari dari bacaan kita pada hari ini? Pertama, kita belajar untuk dapat menerima setiap orang sebagaimana ia adanya. Tuli, bisu, buta, atau apa saja keadaannya. Menerima berarti kita menghargai seseorang sebagai pribadi yang diciptakan secitra dengan Allah. Pribadi yang berjuang untuk memperoleh keselamatan (kesembuhan). Pribadi yang dikasihi dan dicintai Kristus.
Kedua, kita belajar untuk memercayakan dan menyerahkan diri kita kepada Yesus. Kita membawa diri kita dengan perbagai masalahnya kepada Yesus, supaya Yesus memberikan ”kesembuhan.” Biarlah Yesus merangkul dan membelai kita. Yesus adalah yang terbaik. Ia menjadikan segala-galanya baik. Keselamatan hanya ada di dalam dan melalui Dia. Bersama Yesus semua masalah dapat diatasi dengan penuh berkat.
Ketiga, kita belajar bahwa kehadiran Yesus di dalam dan di tengah dunia telah menghadirkan zaman Mesias. Zaman yang penuh dengan rahmat, seperti yang dilukiskan nabi Yesaya (Yes 35: 4-7a): yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang bisu berbicara, yang lumpuh berjalan, dst.
Keempat, kita belajar membuka hati, telinga untuk mendengar firman Allah, supaya lidah kita dibebaskan untuk memuji dan bersaksi tentang-Nya. Sebab jika hanya kita mendengar firman Allah, kita memiliki sesuatu untuk kita wartakan dan bagikan kepada orang lain.
Kelima, kita belajar mewartakan Yesus dan Karya-Nya. Kita yang telah ditebus oleh darah-Nya di kayu salib, harus tiada henti-hentinya mewartakan Yesus dalam kehidupan kita. Kita mesti menjadi seperti orang-orang yang tidak dapat menahan diri memberitakan Yesus.
Sanggup??

Semoga berkat Allah memampukan kita menjadi murid-murid Yesus yang baik.

Sabtu, 29 Agustus 2009

"Menjadi Indah"


Menjadi indah bukanlah menjadi mewah, tetapi menjadi pribadi yang penuh dengan hati yang bersyukur dan penuh cinta. Keindahan diri terletak pada keberanian kita untuk menjadikan diri sebagai pribadi yang rendah hati, jujur, empati, dan solider terhadap sesama yang kurang beruntung.
Diri yang indah mencerminkan pribadi yang indah, yang mengalirkan berbagai cahaya keindahan yang membuat orang yang memandangnya menjadi gembira dan bersyukur. Jadilah indah laksana mawar yang indah dan harum semerbak.

Renang



Berenang mungkin kata lain untuk mengartikan mandi bebas. Ketika orang berenang ia pasti mandi secara bebas. Seperti Rena yang asyik mandi ini.

Bergaya



Bergaya adalah ciri khas manusiawi. Dengan bergaya manusia mengekspresikan dirinya yang ia bayangkan ingin terwujud. Imajinasi akan diri yang diharapkan, menimbulkan dorongan dalam diri kita untuk menampilkan diri sebagai yang diharapkan. Mari bermimpi menjadi diri dan pribadi yang anggun dengan bergaya secara anggun dan mulia.

Senin, 06 Juli 2009

Menerima Sebagaimana Adanya


Markus 6: 1-6
Melalui firman Tuhan ini kita dapat belajar beberapa hal:
Pertama, menerima dan menghargai setiap orang sesuai dengan pertumbuhan dirinya. Allah mengingatkan kita bahwa setiap orang mengalami perubahan setiap saat, bahkan detik. Saya yang sekarang, lain dengan saya yang lima menit kemudian. Karena itu, kita diajak oleh Allah untuk menerima dan menghargai setiap orang seperti adanya dia sekarang. Bukan berdasarkan pengalaman kita di masa lampau. Atau berdasarkan kekenalan kita dengannya di masa silam.
Kedua, Allah tidak pernah meninggalkan umat yang keras kepala, pemberontak, dan keras hati. Allah terus berkarya di tengah-tengah umat yang demikian melalui perantaraan para nabi. Allah bukanlah Allah yang dendam tetapi Allah yang penuh belas kasihan. Penuh pengampunan. Penuh rahmat. Meskipun demikian, rahmat dan mukjizat Allah hanya dapat kita dialami kalau kita percaya-memiliki iman. Tanpa iman, rahmat dan mukjizat Allah tidak akan pernah terjadi atau kita alami dalam hidup ini. Mengapa? Karena ”Yesus tidak mengadakan satu mujizat pun di sana...” Sikap irihati, keras kepala, pemberontak dsjnya menutup terjadinya mukjizat dan mengalirnya rahmat Allah dalam hidup kita. Pertanyaannya untuk kita: apakah kita tetap bersikap keras kepala seperti bangsa Israel? Apakah kita tidak mau menerima rahmat dan mukjizat? Kalau mau berarti kita harus mengubah diri kita, yaitu menjadikannya selaras dengan firman Tuhan: murah hati, sabar, melayani, mengasihi, penguasaan diri.
Ketiga, kecurigaan akan kemahamampuan Yesus. Kita seringkali tidak ada bedanya dengan orang-orang yang ada di kampung halaman Yesus. Kita seringkali curiga dan bahkan menuduh Yesus tidak berbuat sesuatu untuk hidup kita. Kita mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Kita bukan hanya mencurigai Yesus, tetapi kita juga mencurigai dan menuduh sesama kita yang bukan-bukan. Sikap ini menjauhkan bahkan memisahkan kita dengan Yesus sebagai sumber keselamatan. Mengapa? Karena kita tidak percaya kepada-Nya. Kita tidak menghargai karya-Nya di tengah-tengah dunia melalui kehadiran sesama kita. Kita menolak kemahakuasaan Yesus. Kalau kita menolak kemahakuasaan Yesus, berarti kita mengakui kuasa iblis. Pertanyaannya bagi kita: apakah kita mau mengandalkan kuasa iblis dalam hidup kita? Kalau tidak, berarti kita harus menerima Yesus dalam seluruh hidup kita. Bukan hanya dengan mulut, perkataan.
Keempat, kepercayaan-iman. Iman adalah dasar dari keterbukaan kita kepada Allah yang hadir melalui perantaraan para nabi dan terutama melalui Putra-Nya. Iman membukakan rahmat dan mukjizat Allah untuk terjadi dalam hidup kita. Beriman menjadikan kita terbuka pada kemahakuasaan dan kebaikan atau keberhasilan sesama. Iman menjadikan kita bersatu dengan Yesus selalu menjumpai kita.

Marilah kita membuka hati-diri kita pada seluruh kebaikan-kemahakuasaan Allah yang hadir di tengah-tengah dunia. Biarlah Allah menjadi segala dalam segalanya. Yesus adalah firman yang menjadi manusia.
Semoga kasih dan berkat Tuhan membimbing kita semua kepada keselamatan yang kekal....

HATI YANG BERSYUKUR


“Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibr 10:22) .

Hati yang bersyukur ibarat air yang menyejukan kehidupan. Air yang mengalirkan kesegaran dan kebaruan dalam proses kehidupan. Tanpa air yang segar, proses kehidupan tidak dapat berlangsung dengan baik. Air yang tercampur minyak atau yang sejenisnya sudah pasti akan menghambat atau bahkan menghancurkan kehidupan.
Kita lihat saja contohnya di Jawa Timur. Ketika air sungai porong dialiri luapan lumpur lapindo yang mengandung gas metan – yang tentu saja racun bagi kehidupan – mengakibatkan ikan-ikan di sungai dan tambak yang dilalui atau yang mengambil air dari situ mengalami kematian. Atau contoh lain, ketika kita mandi dengan air kotor kulit kita akan gatal-gatal. Masih banyak lagi contoh yang lain.
Demikianlah hati yang penuh dengan keluh kesah, dendam, dan rasa curiga akan membuat kehidupan kita menjadi tidak tentram. Hidup kita kacau dan bahkan stres. Hati yang diliputi iri hati, penuh tuntutan yang tidak realistis akan mengurangi proses pertumbuhan. Pertumbuhan kita akan pincang: fisik tumbuh, tapi jiwa kerdil. Keinginan dunia setinggi bintang, tapi keeratan dengan Sang sumber segalanya nihil. Tidak ada keseimbangan (equilibrium). Hidup seperti ini oleh Paulus dikategorikan hidup menurut daging. Sebab ”perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya” (Gal 5: 19-21).
Sementara kehidupan yang dilandasi hati yang penuh syukur akan mengalam proses pertumbuhan yang simbang. Hidup akan berlangsung dengan tenang dan damai. Sejuk. Tenang. Karena hati yang bersyukur adalah hati yang berkobar-kobar memuliakan dan memuji nama Tuhan Allah. Hati yang tulus, yang menerima setiap peristiwa sebagai sebuah pemuliaan dari Allah, yang hendak menjadikan dirinya sebagai diri yang serupa dengan Diri-Nya. Hati yang mencari dan menemukan kehendak Allah terlebih dahulu untuk dimuliakan dalam realitas-aktivitas hidupnya setiap hari: di rumah, di kantor, di desa, atau di mana saja. Hati yang dipimpin dan dipenuhi oleh Roh Kudus. Seperti yang yang ditegaskan oleh Paulus: ”... buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5: 22-23).

Hati yang bersyukur senantiasa memuliakan Allah dengan memuliakan dirinya sendiri.
Hati yang bersyukur memuliakan sesamanya dengan membangun kejujuran, keadilan, mengasihi, menyanyangi dalam pergaulan-komunitas harianny.a
Hati yang bersyukur memuliakan Allah dan dirinya dengan memuliakan pekerjaannya sebagai anugerah Allah yang harus diselesaikan sesuai dengan kehendak Allah.
Hati yang bersyukur menerima rahmat dan mukjizat Allah sebagaimana yang dikehendaki-Nya.

Jumat, 03 Juli 2009

Hati Yang Bersyukur

Bersyukur merupakan sisi penting kehidupan manusia yang diciptakan oleh Allah yang maha syukur.

Senin, 08 Juni 2009

Hutan


Banyak orang berpikir bahwa hutan mesti ditebang agar kayunya dapat dijual dan lahannya dapat ditanami jagung, padi, kelapa sawit, atau ditambang. Realitasnya itulah yang terjadi. Lihat saja berapa puluh juta hektar hutan kita dirusak dan ditinggalkan begitu saja setelah kayu, hasil tambang atau hasil lainnya habis.
Kita harus kuatir dengan kondisi seperti ini. Namun kuatir saja tidak cukup. Kita mesti bergerak melakukan penyelamatan dengan reboisasi atau melarang kelompok orang atau perusaan berlaku sewenang-wenang terhadap hukan. Ingat: hutan menampilan keindahan dan keanekaragaman ciptaan Allah yang berkontribusi utuk menyelamatkan dan menyesahatkan manusia.
Mari kita pelihara dan lindungi hutan........

Hutan adalah keberagaman Alllah
Hutan adalah nafas segarnya udara
Hutan adalah Allah yang peduli pada makhluk yang lain

Mimpi

Pada zaman dulu, terutama pada zaman perjanjian Lama, penafsir mimpi mendapat tempat yang layak di samping raja. Ingat misalnya Yusuf, mampu masuk istana kerajaan karena fasih menafsirkan mimpi.
Ini mencerminkan bahwa mimpi memiliki arti penting dalam perjalanan hidup manusia. "Mimpi adalah awal untuk mencapai cita-cita besar dalam hidup ini." Dengan bermimpi, seseorang dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan besar dan dahsyat dalam hidupnya.
Karena itu, bermimpi untuk menjadi besar mendorong dan menguatkan kita untuk menuju pada kebesaran itu. Yang penting bahwa mimpi itu mengarahkan kita tujuan yang hendak kita capai.
"Bermimpilah selama masih mungkin. Jadikan mimpi sebagai pengarah jiwa untuk mencapai hal-hal yang besar."

Jumat, 15 Mei 2009

Roh Kudus, Perbuatan Baik, dan Kasih

Belalang


Dalam Kitab Perjanjian lama dikisahkan bahwa "Yohanes makananya belalang." Di daerah gunung kidul juga, pada musim kemarau banyak penduduk yang berjualan belalang di sepanjang jalan. Belalang yang dijual adalah belalang yang jenisnya besar-besar.
Suatu ketika saya bersama beberapa orang membeli tiga tusuk belalang dan kami bakar di tepi pantai di Wonosari.
"Uih... enak bener lo.." kata teman saya ketika ia mencicipi belalang bakar. "Oh, ya.." tanya yang lain. "Ia. Sungguh.. Coba aja kalo gak percaya!", tegas sang teman. Saya dan teman yang lain akhirnya menyantap dengan lahap belalang bakar yang kami masak sendiri.
"Tuhan, terimakasih.. Engkau telah menciptakan belalang bagi kami untuk kami jadikan makanan. Semoga dengan menyantapnya, kami memeroleh kekuatan untuk melanjutkan tugas dan karya kami. Jadikan kami sebagai penerus karya-Mu."

Belalang adalah ciptaan Allah lainnya yang tampaknya kurang begitu berharga dibandingkan dengan keberadaan diri kita yang gagah perkasa dan sangat istimewa di mata Allah. Belalang hanyalah serangga, yang oleh pak tani kerap dijadikan musuh bebuyutan lantaran merusak tanaman padinya atau sayurannya. Belalang memang bermacam-macam, namun satu yang pasti bahwa belalang diciptakan untuk meramaikan kehidupan alam semesta yang terbentang luas....

"Hiduplah di dunia ini dengan berdamai dan bersahabat dengan semua ciptaan. Sebab setiap ciptaan memainkan perannya masing-masing sesuai dengan maksud ia diciptakan. Jangan menuntut lebih. Sebab tuntutan yang berlebihan akan menghancurkan diri sendiri. Jadilah penikmat hidup. Rayakanlah hidup dalam keanekaragamannya. Belalang biarlah belalang. Jangan menuntutnya menjadi manusia...... 'Ajarkanlah kepadaku kebijaksanaan dan pengetahuan yang baik, sebab aku percaya kepada perintah-perintah-Mu'(Mazmur 119:66). Menghormati kepribadian dan keberadaan yang lain berarti kita menghormati dan memuja Sang Mahabijaksana."

Kelahiran



Kelahiran anak ke dunia merupakan suatu kebahagiaan yang tidak ternilai harganya. Lebih dari itu, kelahiran menjadi medium kesadaran pada pribadi lain yang dikehendaki oleh Allah harus ada di dunia. Kesadaran akan adanya pribadi lain mengajak kita untuk mencintainya sampai sahabis-habisnya. "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya." Karena itu, kelahiran dinantikan dan disambut dengan penuh kebahagiaan - terutama bagi keluarga yang mengalaminya.
Peristiwa kelahiran, bukan hanya sekedar munculnya sosok atau pribadi baru di tengah dan bersama kita, tetapi lebih dari itu, yaitu terealisasinya cinta Allah yang mahaagung di tengah dan melalui manusia. "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran"(Yoh 1: 14). Allah memanggil manusia untuk ikut serta ambil bagian dalam karya penyelamatan-Nya. Oleh Allah, manusia dijadikan sebagai partner atau rekan kerja-Nya. Manusia menjadi co-creator bagi dunianya.
"Jadikanlah terang kelahiran sebagai sayap-sayap cinta bagi kehidupan di sekitar kita."

Senin, 27 April 2009

Cinta

Tanggal 27 April 2009, kurang lebih jam 11.30 Wita, seorang kawan menuturkan kisah cintanya di dunia maya yang gila. Awal perkenalannya dengan seseorang melaui chatting, ia merasa begitu antusias dan memiliki keyakinan bahwa si dia dapat menjadi pendamping hidupnya kelaknya. Hari kedua mereka mulai telpon-telponan, juga kirim foto. "Asyik banget. Aku senang banget" ujarnya.
Akan tetapi, lama-kelamaan hubungan itu semakin semakin menyiksa karena mereka tidak dapat berjumpa satu sama lain lantaran tempat tinggal yang nun jauh di sana. Ketersiksaan itu menstimulusnya untuk cepat marah, emosi bila telpon atau sms tidak segera mendapat jawaban. "Hi, mengerikan. Apa yang dia lakukan harus segera dijawab. Lambat sedikit, sudah.... amarah yang terjadih."
Pengalaman itu menjadikannya kapok menjalin persahabatan kembali di dunia maya. Ia trauma dengan semua yang terjadi sebelumnya. "Aku dah gak bakalan mau kenalan ama orang-orang di dunia maya.Cinta di dunia maya gak bakalan kesampaian. Ia hanya menyiksa diriku."

Pemaknaan Cinta
Kita sering berpikir bahwa cinta di satu sisi adalah energi positif bagi diri yang dapat menstimulus diri untuk melakukan hal-hal yang baik dan positif untuk hidup kita, sesama, dan untuk memuliakan Tuhan. Namun di sisi lain, cinta dapat menjadi racun yang membunuh dan menghacurkan diri. Benarkah demikian?
Bagi saya, cinta adalah hal yang agung, luhur, dan mulia, seperti Sang Asal CINTA. Cinta tidak pernah menyiksa. Ia selalu membahagiakan. Menjadikan diri sebagai diri yang sangat berarti, luhur, dan agung.
Ingat kita diciptakan oleh Cinta yang Agung. Maka kita pun harus menjadikan cinta sebagai sesuatu yang agung. Kita harus menjadi pelaksana cinta, bukan pembicara cinta. Sebab cinta bukan masalah kata, ucapan, atau imajinasi impulsif. Cinta adalah masalah hati yang mau menerima dan menghargai setiap cinta yang berada di luar diri. Cinta adalah masalah keterbukaan diri untuk berbagi rasa dengan setiap orang, terutama kepada orang yang menjadi pasangan kita. "Jadilah pelaku cinta dalam hidup anda, maka anda akan bahagia dengan cinta. Cinta adalah anugerah pembebasan."

Kesedihan

Beberapa hari yang lalu saya ngobrol lewat telepon dengan seorang teman yang sedang ditinggal pergi oleh sahabat karibnya, yang selama ini telah berbagi rasa bersamanya: suka-duka, senang-sedih, dst. Ia bercerita bahwa sahabatnya itu pergi tanpa meninggalkan pesan atau tanpa pamit entah kemana. Parahnya lagi sang sahabat tidak dapat dihubungi. Semua yang pernah terjadi hancur. Hilang. Sirna.
Keadaan ditinggalkan itu membuatnya menjadi sedih dan bahkan sulit untuk makan atau bergaul dengan orang lain. Mengapa? Karena setiap ketemu dengan orang, ia selalu berprasangka bahwa orang ini tidak jauh beda dengan sahabatnya itu. "Aku jadi malas. Hidupku tampaknya sudah tidak berarti lagi. Sia-sia aku hidup" ujarnya.
Mendengar ucapannya yang tidak rasional lagi itu, saya bertanya: "Kog bisa begitu? Kenapa? Apakah ada masalah diantara kalian?" Ia menjawab tegas: "Tidak! Aku bingung dan sedih sekali. Hatiku hancur. Rasanya aku ingin mati saja."

Kegagalan dalam menjalin relasi yang intim dengan orang lain memang menimbulkan goncangan hidup yang hebat. Apalagi kalau kegagalan itu terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang melatarbelakangi. Anda bisa membayangkan ketika saat ini anda bersama sahabat anda: duduk, berbagi cerita, saling menguatkan, saling mengisi satu sama lain, dst; esok hari pergi entah kemana? Apa yang anda rasakan? Jawabannya satu: SEDIH.

Pertanyaannya: haruskah anda larut dalam kesedihan yang tidak berujung? Atau haruskah anda diam dan menutup diri dengan lingkungan sosial yang lain, yang selama ini ikut membentuk diri anda?

Bijak

Dalam situasi hidup yang terhempas oleh perasaan kehilangan dan kesendirian, kesedihan bukanlah obatnya. Ingat Kesedihan tidak dapat menghalau kesedihan. Tetapi kesedihan hanya akan menambah berat dan mendalam kesedihan yang menimpa diri anda. Kesedihan adalah salah satu unsur emosional yang menstimulus diri untuk larut dalam masalah-masalah yang menimpa diri kita agar diri kita pelan-pelan keropos. Atau bahkan celakanya agar diri kita menghentikan aktivitasnya, yaitu bunuh diri.
Oleh karena itu, menghadapi masalah seperti ini, kita mesti bijak bahwa kesedihan bukanlah obat untuk hati yang sedih. Kesedihan harus ditinggalkan dan digantikan dengan kebahagiaan. Artinya kita berani dan kuat menerima pengalaman-pengalaman hidup - yang kita yakini - turut serta membentuk diri kita menjadi pribadi yang kuat.
Setiap pengalaman, indah atau buruk, besar atau kecil, memberi nilai plus pada proses pendewasaan diri. Pendewasaan diri diraih melalui pengalaman dan peristiwa hidup yang menyertainya. "Jadilah bijak menjalani hidup. Hargailah setiap pengalaman yang terjadi pada diri. Jauhkan kesedihan dari hati yang sedih karena kesedihan bukanlah obat untuk hati yang sedih. Kesedihan hanya dapat diminimalisir (dihilangkan) dengan kesediaan untuk menerima dan menghargai fakta/pengalaman hidup. Kebahagiaan adalah obat hati yang sedih. Jadi berbahagialah senantiasa menjalani hidup anda."

Kamis, 19 Maret 2009

Kehendak Bebas

Salah satu keunggulan manusia dibandingkan dengan ciptaan Allah lainnya adalah kehendak Bebas. Dengan kehendak bebas, manusia mampu merencanakan dan melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sejauh tidak melanggar atau merugikan (hak) orang lain.
Adanya kehendak bebas itu, di satu pihak memberikan peluang atau kemungkinan kepada manusia untuk merencanakan dan melakukan apa yang menjadi cita-cita hidupnya. Peluang-peluang itu tentu saja harus dimanfaatkan sedemian rupa untuk kebaikan dirinya sendiri, kebaikan orang lain, dan menuntut manusia untuk senantiasa memanage dirinya, terutama ego atau nafsunya untuk menguasai orang lain. Karena tidak dapat dimungkiri bahwa dalam diri manusia ada kehendak/keinginan untuk menjadi lebih dari "yang lain" tanpa mengindahkan norma-norma keindahan.
Untuk itu, kehendak bebas - ketika tidak dikendalikan dengan norma-norma keindahan, kesusilaan, keagamaan, atau norma-norma sosial lainnya, ia akan menjadi bencana bagi manusia itu sendiri. Dalam arti ini, kehendak bebas lebih pada memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih cara hidup yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kehendak bebas mesti diarahkan kepada kegiatan "untuk" kebaikan diri sendiri, sesama, alam semesta, dan kemuliaan nama Tuhan. Mari gunakan kehendak bebas dengan penuh tanggung jawab.

Rabu, 18 Maret 2009

Hari Indah

Hari kemarin adalah datum, yang memberi pengalaman untuk hidup hari ini. Hari ini adalah anugerah Allah yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya. Hari esok adalah harapan, cita-cita yang mudah-mudahan dianugerahkan kembali oleh Allah untuk kita.
Hari yang indah adalah hari yang menyenangkan, membahagiakan, dan menginspirasi kita untuk menjadi lebih baik.
Cukupkah kita hanya mengagumi keindahan hari yang Tuhan anugerahkan untuk kita? Jawabannya adalah tidak. Kekaguman kita tidak boleh hanya berhenti pada indahnya hari, tetapi harus sampai pada kekaguman akan kemahabesaran dan kemahaindahan Sang Penciptanya. Karena dibalik semua yang ada, ada yang mengadakan, yakni Allah yang mahabaik.

Sudahkah kita memberikan diri dan memuliakan Allah dalam hari-hari indah yang Tuhan berikan untuk kita? Kalau kita mau jujur, tampaknya kita kurang memberikan diri dan memuliakan Allah. Kita lebih sering memuliakan diri kita, pekerjaan kita, prestasi kita atau teman-teman kita yang telah bebrbuat baik kepada kita.

Memang semua itu tidak ada salahnya. Namun kita lupa bahwa dibalik semua yang terjadi atas hidup kita, ada Dia yang menggerakan dan mengizinkan semua itu terjadi. Kita lupa bahwa Allah jauh lebih baik dari apa yang terjadi di dunia ini. Kita sering menutup rapat peran Allah atas hidup kita. Sebaliknya kita mengedepankan kemampuan diri kita sendiri. Inilah sifat angkuh kita. Inilah keegoisan kita.

Indahkah perbuatan yang demikian? Perlu kita renungkan lebih jauh. Kita perlu mencontoh "...orang-orang Lewi dan para imam setiap hari menyanyikan puji-pujian bagi TUHAN dengan sekuat tenaga" (2 Tawarikh 30:21). Kita perlu meneladani para pemazmur: "Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya" (Mazmur 145:2). Kita juga perlu : "...setiap hari... melanjutkan pengajaran mereka (para rasul) di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias"(Kisah 5:42).

Semoga dengan demikian hari indah yang Allah anugerahkan untuk kita dapat kita indahkan dengan memuji dan memuliakan nama-Nya di seluruh ujung bumi. Sebab Allah akan menyertai kita sampai akhir zaman.

Bersih

"...orang yang benar tetap pada jalannya, dan orang yang bersih tangannya bertambah-tambah kuat" (Ayub 17:9).

"Kebersihan pangkal kesehatan." Itu kira-kira tulisan tebal yang terpasang kuat di depan kelas saya sewaktu saya masih duduk di sekolah dasar. Tulisan itu memiliki pengaruh yang begitu kuat bagi aktivitas kami di dalam kelas. Semua penghuni kelas sangat menaati makna tulisan itu. Karena itu setiap pagi, sebelum pelajaran dimulai, kami beramai-ramai membersihkan kelas. Ada yang menyapu, ngelap kaca, nyiram bunga, dan membuang sampah. Pokoknya kelas harus bersih.
Demikian juga sesudah jam pelajaran berakhir, masing-masing dari kami harus menjaga kelas tetap bersih. Maka kalau ada yang menjatuhkan sampah, ia harus bertanggung jawab membersihkannya. Kalau tidak, kami didenda Rp 5000. Luar biasa.
Kebersihan memang sangat penting bagi tubuh kita. Makanan yang kurang bersih akan menyebabkan kita sakit perut. Air minum yang kotor atau air mandi yang kotor akan menyebabkan tubuh kita sakit. Atau udara yang kurang bersih akan mengganggu pernafasan kita.

Bersih

Kebersihan memang harus terus menerus diperjuangkan, kalau kita ingin hidup lebih tenang dan nyaman. Allah telah mengingatkan kita bahwa Ia "...baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya" (Mazmur 73:1).Karena "... siapa bersih kelakuannya, aman jalannya..." (Amsal 10:9).
Membersihkan diri dari berbagai macam "noda" perlu terus diupayakan. Karena diri yang "kotor" mengakibatkan perbuatan, sikap, atau tutur kata kita menjadi kotor. Lihat betapa banyak pembunuhan, penganiayaan, korupsi, penipuan, pemerkosaan, atau pemfitnahan terhadap orang yang tidak bersalah. Ini semua dipicu dan "dilahirkan" dari diri kita yang "kotor."
Diri yang "kotor" menjauhkan kita dari perbuatan-perbuatan yang dikehendaki Allah. Menjauhkan kita dari kebenaran-kebenaran yang ditunjukan dan diajarkan oleh Allah. Menjauhkan kita dari ketulusan-ketulusan untuk melayani, terutama bagi mereka yang miskin dan tersingkir.
Diri yang "kotor" mendorong kita untuk mengedepankan kepentingan diri sendiri dan mencampakkan orang lain. Kita didorong untuk mengalahkan orang lain dengan berbagai macam cara asal keinginan kita tercapai. Kita didorong untuk memerkaya diri sendiri dengan cara-cara yang tidak dikehendaki Allah.
Oleh karena itu, kita perlu membersihkan diri kita agar kita melakukan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dikehendaki Allah. Kita menanggalkan "kekotoran" diri kita dengan melibatkan dan memersekutukan diri dengan Allah. Membaca dan merenungkan sabda-Nya. Menjadikan Dia sebagai tujuan hidup kita. Ingat bahwa peziarahan kita di dunia ini berangsur-angsur menuju kepada Rumah Bapa. Karena itu, kita harus bersekutu dengan Dia, supaya bila saat tiba, Ia mengenal dan menyambut kita, seperti "gembala yang mengenal kawanannya."
Tetapi bila kita tidak membangun persekutuan dengan Dia, mungkin bila saat kita tiba, Ia tidak mengenal dan menyambut kita. Kita mungkin akan disambut oleh Setan. Mengerikan.....

Untuk itu renungkanlah firman Allah berikut ini:

"Bertobatlah masing-masing kamu dari tingkah langkahmu yang jahat dan dari perbuatan-perbuatanmu yang jahat; maka kamu akan tetap diam di tanah yang diberikan TUHAN kepadamu dan kepada nenek moyangmu, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya" (Yeremia 25:5)

"Bertobatlah dan berpalinglah dari segala durhakamu, supaya itu jangan bagimu menjadi batu sandungan, yang menjatuhkan kamu ke dalam kesalahan" (Yehezkiel 18:30)

"Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus" (Kisah 2:38)

"Bersihkanlah hatimu dari kejahatan, ... supaya engkau diselamatkan! Berapa lama lagi tinggal di dalam hatimu rancangan-rancang kedurjanaanmu? (Yeremia 4:14)

Rabu, 25 Februari 2009

Memaknai Pengalaman

Setiap orang mengalami dan memiliki pengalaman yang berbeda-beda, tergantung dimana, dengan siapa, kapan, bagaimana kita menjalani hidup ini. Dari hari ke hari kita bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Pergerakan kita itu memberikan pengalaman bagi keberlangsungan hidup kita. Kita menjadi semakin mengetahui betapa hebat dan kuatnya hidup kita ini.
Seperti Sang Pencipta yang begitu kuat dan penuh kekuasaan, kita kerapkali menjadikan hidup kita begitu kuat dan berkuasa. Kita menghendaki setiap orang tunduk kepada kita. Maka ketika kita mengalami kegagalan, kita merasa hancur dan rasanya hendak mengakhiri hidup ini. "Hidupku sudah tidak berharga", begitu kita sering mengeluh. Bahkan lebih parahnya lagi, kita menyalahkan setiap orang yang ada di sekitar kita. Kita jarang melihat diri kita, betapa cerobohnya kita dalam mengambil atau membuat sebuah keputusan. Atau betapa kurang beraninya kita mengambil langkah yang menantang kita untuk menjadi kuat.
Padahal kalau saja kita mau bercermin dan belajar dari orang-orang bijak, kita dapat menemukan kebijaksanaan hidup yang menuntun kita pada pengalaman akan kehadiran yang Mahatinggi. Artinya, melalui pengalaman-pengalaman hidup, baik yang menyenangkan maupun yang menyusahkan, kita diajak untuk mengenal dan mengalami diri kita sedang dibentuk dan dipersiapkan Allah untuk menjadi kuat.
Kita bisa mengalami atau melihat seseorang yang hidupnya hancur, entah karena keluarganya broken home atau karena ditinggal oleh pasangan hidupnya, akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan bahkan menjadi inspirer bagi setiap orang yang mengalami masalah yang sama, ketika dia menyadari bahwa melalui pengalamannya itu ia sedang dibentuk dan ditempa oleh Allah untuk membantu orang lain yang belum kuat.

Kesadaran

Untuk dapat mengalami dan merasakan bahwa Allah sedang membentuk kita melalui pengalaman hidup kita seharian, kita perlu menyadari bahwa Allah hadir dalam seluruh peristiwa hidup kita. Allah tidak pernah meninggalkan kita, meskipun kita melupakan-Nya. Allah tidak membiarkan kita menderita sendirian, sebab Ia telah memberikan Putra-Nya, Jesus Kristus, untuk ada bersama kita, baik saat senang maupun saat susah.
Tuhan Yesus berpesan kepada kita: "Marilah semua yang berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepada-Mu. Setiap orang yang minum dari air hidup ini, ia tidak akan haus lagi."
Mulai saat ini, marilah kita menyadari bahwa Allah tidak henti-hentinya membentuk dan menempa kita agar kita menjadi pribadi-pribadi yang kuat. Pribadi-pribadi yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Pribadi-pribadi yang berjuang tanpa mengenal lelah. Seperti Yesus yang berjuang menyelesaikan jalan salib-Nya, meskipun Ia kehabisan tenaga.
Jadikan salib sebagai lambang kekuatan dan kemenangan.....

Menjadi Garam dunia

Garam adalah salah satu bumbu masakan yang sangat penting. Tanpa atau kurang garam, masakan menjadi tawar. Kurang enak.Dan bahkan orang bijak melukiskan seseorang yang kurang pengalaman dengan ungkapan "Belum cukup makan garam." Sedangkan bagi yang sudah memiliki banyak pengalaman disebut "Sudah banyak makan garam."

Tuhan Yesus mengajak kita untuk menjadi "garam dunia." Menjadi garam berarti menjadi "penyedap rasa" bagi kehidupan dunia. Dunia yang kurang baik, kita garami supaya menjadi baik. Kehidupan yang tawar kita garami supaya menjadi bermanfaat.
Menjadi garam tidak berarti kita harus meracuni dunia dengan kepentingan dan keinginan diri sendiri, tetapi "memberi rasa" Kristus kepada dunia, supaya dunia tahu bahwa Yesus Kristus adalah Penyelamat dunia.

Senin, 02 Februari 2009

Waktu dan Keheningan

Keriuhan dunia dengan berbagai macam asesorisnya, sedikit banyak memengaruhi pola pikir dan pola hidup manusia yang mengalaminya. Dalam banyak hal, manusia mulai kurang sabar dan selalu terburu-buru mengejar waktu yang selalu mendeadlinenya. Seakan-akan hidup manusia dikendalikan dan diatur oleh waktu, yang ada di luar dirinya. Time is my life. Waktu adalah hidupku. Bukan aku hidup mengatur waktu. Waktu menguasai hidup manusia. Manusia terperosok ke dalam perangkap waktu.
Pola kehidupan yang demikian menyebabkan terjadinya berbagai macam kerenggangan dalam ruang komunikasi antarmanusia, baik secara personal maupun secara komunal. Waktu perjumpaan menjadi semakin terbatas dan bahkan hampir tidak ada ruang untuk berguruau. Setiap kita mau bertemu seseorang, sebelumnya harus membuat janji. Kalau tidak, kedatangan kita ditolak. Dianggap tidak etis. Dianggap seenaknya. Inilah kenyataan yang menggeser bentuk relasi yang intim, yaitu face to face. Inilah kenyataan yang memasung kejujuran dan kepolosan perjumpaan, seperti yang dipraktikkan nenek moyang kita secara turun temurun.
Manusia terkungkung dalam perangkap waktu. Waktu menguasai hidup manusia. Hal ini menyebabkan terjadinya gap antarkelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Kelompok berkuasa selalu ingin mengontrol atau kalau perlu menguasai kelompok yang tidak berkuasa. Kelompok mayoritas selalu ingin menang sendiri, dan seterusnya.
Riuhnya persaingan itu membuat manusia melalaikan pencarian dirinya yang ke dalam (siapa aku) dan lebih menekankan pada pencarian yang keluar, seperti harta, ketenaran, atau kekuasaan. Kita cenderung melekatkan diri pada angan-angan yang ada di luar diri. Kita jarang atau bahkan tidak pernah berusaha mencari ketenangan ke dalam diri, sebagai pusat kekayaan hidup kita. Kita senantiasa menggantungkan hidup pada peredaran waktu yang semakin gila.
Apa yang dapat kita lakukan? Satu jawaban pasti yang dapat kita lakukan dengan mudah dan gratis adalah hening sejenak. Kita meluangkan waktu untuk mengosongkan diri dari rutinitas yang mendesak dan menghimpit. Kita meruangkan kejernihan hati untuk mendengar bisikan-bisikan Alam Semesta yang begitu Indah dan menarik.
Dalam keheningan manusia mencoba masuk ke dalam diri untuk menemukan khasanah-khasanah rohaniah yang menstimulasinya untuk terus berjuang menjalani berbagai macam pola-pola kehidupan yang semakin gila dan terpaku oleh sempitnya ruang dan waktu. Berjalan ke dalam diri mengandaikan bahwa kita memiliki keberanian untuk meneropong secara lebih dalam dan pribadi kekayaan diri kita yang selama ini dirampas oleh beban-beban pekerjaan atau harapan-harapan yang melampaui daya kemampuan kita. Berjalan ke dalam diri menuntun manusia pada kesadaran akan “siapa dirinya?” Manusia mampu mengalami dirinya secara total. Manusia menjadi semakin memahami dirinya sendiri dan dengan itu ia juga semakin memahami orang lain. Keheningan menjadikan manusia penuh dengan dirinya dan dengan alamnya. Manusia menyatu dengan diri dan lingkungannya.
Perjalanan ke dalam diri, - oleh para sufi – biasa disebut pencarian spiritualitas kehidupan dalam kebersamaan dengan “yang lain.” Aku ada karena kau ada. Aku adalah engkau, engkau adalah aku. Kosong adalah berisi, berisi adalah kosong. Aku adalah sama baiknya dengan “yang lain.” Aku dan “yang lain” adalah satu.
Oleh karena itu, pencarian spiritualitas yang sejati membutuhkan keheningan jiwa, keheningan pikiran, dan keheningan hati. Dengan keheningan itu, obor-obor kehidupan di dalam diri dapat ditemukan secara kasat mata. Keheningan adalah pintu masuk pada spiritualitas diri.

PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH

Usaha pengembangan dan pemberdayaan kelokalitasan (potensi daerah setempat) di masing-masing daerah, terutama di daerah-daerah yang sedang berkembang atau bahkan daerah terpencil, membutuhkan man power yang handal dalam proses perencanaan, pelaksanaan, atau evaluasi. Proses ke arah ini menempatkan sektor pendidikan (sekolah) sebagai transformation medium masyarakat secara efektif dan berkesinambungan. Sekolah menjadi agent of change bagi setiap daerah yang hendak memajukan dan meningkatkan kualitas daerahnya. Signifikansi itu berkaitan dengan pengelolaan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaku-pelaku (actors) perubahan. Dengan SDM yang kompetitif diharapkan tumbuh partisipasi aktif masyarakat dalam mengembangkan daerahnya masing-masing, sehingga daerahnya memiliki nilai “jual” atau nilai “plus” dalam dunia yang hyperkompetitif ini. SDM yang kuat (pengetahuan, keterampilan, kemampuan) akan mampu memainkan peran yang efektif sebagai agent of change dan agent of transformation bagi daerahnya.
Itu berarti pendidikan (sekolah) memainkan peran sentral didalamnya. Karenanya pendidikan perlu dikelola dan dikembangkan secara partisipatif-sinergis-kompetitif sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan daerah dan tantangan-tantangan global. Pendidikan (sekolah) diarahkan pada upaya memersiapkan SDM yang kompeten sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan daerah dan memiliki daya saing di tingkat global. Ini penting untuk menjamin keseimbangan dan kesinambungan mutu SDM dan pembangunan antara kebutuhan daerah dan kebutuhan nasional atau internasional. Pendidikan diharapkan dapat membentuk atau “menghasilkan” out put dan outcome yang 100% daerah dan 100% nasional atau internasional.
Untuk menuju kearah itu, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, antara lain:
a. Membentuk payung hukum yang pro pendidikan
Pendidikan (sekolah) perlu dimanifestasikan sebagai “jantung” daerah yang menggerakan roda-roda pemerintahan secara lebih baik. Sekolah adalah media yang paling efektif dalam memersiapkan SDM untuk dapat memasuki dunia kompetensi dan kompetisi secara berhasil guna. Perlu disadari sungguh-sungguh bahwa dengan sekolah yang baik, SDM akan dapat berpartisipasi secara lebih baik dalam membangun daerahnya. Karena itu, produk-produk hukum perlu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan sekolah agar sekolah memiliki kekuatan dalam mengelaborasi kekayaan khasanah daerahnya dan perkembangan dunia yang amat pesat guna mengembangkan dan meningkatkan mutunya secara lokal maupun global. Sekolah memiliki kewenangan dalam merencanakan dan mendesain proses pembelajaran guna meningkatkan mutunya secara berkesinambungan sesuai dengan tuntutan lokal dan tuntutan global.
b. Meningkatkan Kualifikasi Tenaga Pendidikan
Meningkatkan kualifikasi tenaga pendidikan (guru) perlu dilakukan secara periodik dan professional dengan cara menyekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi atau memberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan pembelajaran secara berkala, sehingga para guru dapat menyegarkan kembali keilmuannya. Almarhum guru saya – Pater Drost SJ – menegaskan guru-guru yang professional itu minimal harus master dalam bidangnya masing-masing. Guru perlu memiliki kualifikasi yang minimal untuk dapat melakukan proses pembelajaran secara bermakna dan bermanfaat.
Guru yang professional adalah guru yang mampu melaksanakan proses pembelajaran secara bermakna (meaningful) dan berhasilguna (useful). Guru yang mampu mengaitkan antara apa yang dipelajari dengan apa yang diperlukan dalam kehidupan diri siswa dan masyarakatnya. Guru yang mampu mengembangkan kemampuan-kemampuan siswanya secara optimal-kontekstual. Guru yang memiliki visi futuristik. Guru yang mampu membimbing siswanya menjadi seorang problem solver.
Dalam hal ini, meningkatkan kualifikasi tenaga kependidikan perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dan professional sesuai dengan jenjang pendidikan (dari TK-SMA). Artinya standar kualifikasi guru TK tentu berbeda dengan standar kualifikasi guru SMA misalnya. Masing-masing jenjang pendidikan memiliki kekhasan masing-masing. Maka menurut saya, standar kualifikasi yang paling dapat dipertanggungjawabkan adalah kemampuan guru dalam (mendesign dan) melaksanakan proses pembelajaran secara lebih kreatif, inovatif, dan konstruktif ke arah pencapaian tujuan sekolah. Selain itu, ia mampu “mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia hidup peserta didiknya.”
c. Memperluas wawasan peserta didik
Guru yang memiliki kualifikasi membiasakan diri menanamkan nilai-nilai universal (universal values) kepada peserta didiknya dan mencari strategi-strategi bagaimana peserta didiknya dapat mengimplementasikan nilai-nilai itu dalam dunia konkretnya sehari-hari. Peserta didik diajak memahami kompleksitas atau keberagaman dunia dengan segala plus minusnya, sehingga mereka dapat mengontruksi sendiri pemikiran atau pengetahuannya tentang apa yang perlu dilakukan ketika mereka berada dalam situasi dan kondisi yang sama (strategi pemecahan masalah). Dengan cara seperti ini, guru membiasakan peserta didik untuk berpikir global dan bertindak local (think globally, act locally). Peserta didik memiliki wawasan yang luas, sehingga dapat bertindak bijak dan bajik di tengah-tengah lingkungan sosialnya. Peserta didik dilayani dalam keberagaman dan kekompleksannya, sehingga peserta didik menjadi bagian dari seluruh proses pembelajaran dan dapat mencapai tujuannya, yakni menjadi praktisi-praktisi atau pelaku-pelaku perubahan dan menghargai keberagaman.
d. Membangun Sinergi dengan Perusahaan
Menjalin sinergi dengan perusahaan-perusahaan setempat sangat penting artinya bagi peningkatan mutu lulusan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja (lapangan kerja). Bukan hanya pada tataran itu, tetapi juga perusahaan dapat menjadi tempat dan sumber belajar yang baik dalam upaya memperkenalkan peserta didik pada dunia kerja yang sesungguhnya. Sinergi juga dapat terjadi sebagai penyandang dana bagi sekolah (bisa dalam bentuk beasiswa atau dana operasional sekolah). Di samping itu, perusahaan juga dapat memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan yang dituntut oleh dunia kerja (perusahaan) yang semakin kompetitif. Dengan sinergi ini, sekolah tidak berjalan sendirian, tetapi beriringan dengan dunia yang akan dituju kelak oleh peserta didiknya, yaitu dunia kerja.

KREATIVITAS

Kehidupan manusia selalu bergerak dan bergerak. Gerakannya selalu diikuti oleh perubahan-perubahan diri (nilai-nilai, prinsip atau pandangan hidup), lingkungan sosial (norma-norma atau nilai-nilai masyarakat), dan alam semesta (semakin sempitnya lahan, rusaknya hutan, dsj). Perubahan-perubahan itu menandakan bahwa manusia senantiasa mentransformasi diri, lingkungan sosial, dan alamnya. Artinya manusia memiliki kemampuan untuk menciptakan realitas baru demi kehidupan yang lebih baik. Itulah kreativitas.
Kreativitas berasal dari kata dasar kreatif yang memiliki akar kata to create yang artinya mencipta. Manusia memiliki potensi untuk menciptakan berbagai hal baru, termasuk keberhasilan dan kebahagiaan dalam hidup ini. Manusia menciptakan sarana-sarana penunjang kehidupannya ke arah tujuan yang dimimpikan. Inilah yang sesungguhnya membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan lainnya.
Meskipun demikian, tidak berarti semua manusia menjadikan dirinya kreatif. Karena menjadi kreatif membutuhkan keberanian untuk memulai sesuatu yang baru, yang mungkin berlawanan dengan kelaziman masyarakat. Untuk itu, masing-masing manusia perlu mengembangkan dan menjadikan dirinya sebagai yang kreatif, yaitu menciptakan peluang-peluang, kemungkinan-kemungkinan atau realitas-realitas baru ke arah pencapaian suatu tujuan atau kebaikan bersama.
Berikut saya ringkaskan 6 (enam) cara mengembangkan kreativitas menurut Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel (www.sinar harapan.co.id).
a. Menjadi penjelajah pikiran
Seorang penjelajah pikiran meyakini bahwa ada banyak kemungkinan, peluang, produk, jasa, teman, metoda dan gagasan yang menunggu untuk ditemukan. Ia secara aktif mencari dan mengembangkan gagasan secara terus-menerus. Para penjelajah tidak takut dengan ketidaktahuan dan ketidakpastian. Karena mereka percaya bahwa ada banyak hal yang harus ditemukan
b. Mengembangkan pertanyaan
Kehidupan yang kreatif merupakan upaya mencari terus-menerus (continuing quest). Selalu bertanya merupakan keharusan untuk kita dapat bertumbuh dan berkembang. Jangan menganggap segala sesuatu sudah semestinya (take it for granted), senantiasa pertanyakan dan bertanyalah tentang apa pun yang anda lihat dan anda lakukan dalam kehidupan ini.
c. Mengembangkan gagasan sebanyak-banyaknya
Seorang pemenang hadiah Nobel di bidang Kimia, Linus Pauling pernah mengatakan: ”the best way to get good ideas is to get a lot of ideas.” Cara terbaik untuk mendapat gagasan yang bagus adalah dengan mengumpulkan banyak sekali gagasan. Dengan mengembangkan gagasan sebanyak-banyaknya, maka terbukalah alternatif-alternatif dan cara-cara baru dalam menghadapi (persoalan) hidup.
e. Menggunakan imajinasi
Imajinasi kita tidak dibatasi oleh batasan dunia nyata kita. Imajinasi kita tidak mengenal batas dan apa pun yang ditangkap oleh pikiran kita dan kita yakini, akan dapat mewujud menjadi realitas. Imajinasi kreatif kita membantu kita untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan atau opsi yang berbeda dan melihat banyak sekali skenario dan peluang hasilnya.
f. Isilah sumber inspirasi anda
Mengisi sumber inspirasi berarti mengembangkan diri kita untuk lebih waspada, menyeimbangkan kehidupan kita. Menyeimbangkan antara kerja dan relaks, antara kantor dan keluarga, antara dunia dan akhirat. Kita perlu membiasakan diri untuk melakukan relaksasi dan meditasi, sehingga kita dapat mencapai kesadaran yang lebih tinggi dan memasuki alam kreativitas yang membawa kita pada jalan kesuksesan.
Enam cara di atas menunjukan bahwa kreativitas dapat dirangsang, dilatih, dan dikembangkan secara terus menerus. Kreativitas bukanlah akhir dari suatu era. Kreativitas juga bukan produk zaman yang statis. Kreativitas adalah sebuah skill, sikap, gaya hidup, proses berpikir, dan karakter. Tujuan dari kreativitas adalah untuk meningkatkan kualitas hidup kita dan juga hidup banyak orang.
Pertanyaannya untuk kita adalah bagaimana kita atau orang tua dapat membantu anak-anaknya mengembangkan kreativitasnya sejak dini? Beranikah kita menjadi fasilitator atau kreator atau inspirator bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitas anak-anak?
Menurut hemat saya, kita dapat melakukannya dengan hal-hal sederhana. Seperti mau mendengarkan cerita anak, menghargai pendapat anak, tidak memotong pembicaraan anak ketika ia ingin mengungkapkan pikirannya, merangsang anak untuk tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai benda atau kejadian di sekelilingnya yang mereka dengar, lihat, rasakan, atau mereka pikirkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, orang tua juga perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan khayalan, merenung, berpikir, dan mewujudkan gagasannya dengan cara masing-masing. Biarkan mereka bermain, menggambar, membuat bentuk-bentuk atau warna-warna dengan cara yang tidak lazim, tidak logis, tidak realistis atau belum pernah ada. Biarkan mereka menggambar sepeda dengan roda segi empat, langit berwarna merah, daun berwarna biru. Jangan banyak melarang, mendikte, mencela, mengecam, atau membatasi anak. Berilah kebebasan, kesempatan, dorongan, penghargaan, atau pujian kepada anak agar mereka mencoba suatu gagasan, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain.
Menjadi kreatif berarti menjadikan diri sebagai pencipta untuk kebaikan diri sendiri dan kebaikan bersama. Jadilah kreatif dalam segala hal.

Senin, 26 Januari 2009

MENJADI PELAYAN

Dalam kehidupan sehari-hari, judul tulisan ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Mungkin hampir setiap hari kita menerima pelayanan. Misalnya dari suami, istri, anak, atau teman-teman kantor. Bahkan juga tidak jarang kita memberi pelayanan. Menjadi pelayan berarti memberikan pelayanan kepada setiap orang atau tamu yang datang ke tempat dimana kita menjadi pelayan. Misalnya pelayan toko akan memberikan pelayanan, seperti menyambut pembeli dengan ramah dan senyum, membantu mencarikan barang yang mau dibeli, membungkuskan barang yang dibeli, agar pembeli atau tamu yang datang merasa nyaman dan suatu saat kembali lagi ke toko tersebut. Pekerjaan seorang pelayan adalah melayani dengan seluruh dirinya. Integral. “Saya ada untuk melayani Anda.”
Menjadi pelayan berarti berani merendahkan dan memberikan diri bagi orang lain dengan penuh cinta kasih dan pengorbanan. Seperti Yesus yang rela membasuh kaki para rasul-Nya. Demikian juga Maria yang melayani Yesus ketika Yesus datang ke rumahnya. Seorang pelayan menyediakan diri untuk orang yang dilayani supaya yang dilayani memeroleh kebahagiaan (kepuasan). Begitu mulianya pekerjaan seorang pelayan.
Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana dengan kita sebagai murid-murid Kristus, sanggupkah kita menjadi pelayan bagi sesama kita, terutama yang berkekurangan? Adakah kita melayani dengan hati yang tertuju kepada kebesaran nama Tuhan, Allah di tengah-tengah dunia ini? Adakah kita melayani dengan hati yang tertuju pada pembebasan sesama yang menderita, tersingkir, dianiaya, dan dikucilkan?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mengingatkan kita bahwa menjadi murid-murid Yesus berarti juga harus menjadi pelayan-pelayan-Nya bagi setiap orang yang ada di sekitar kita. Alkitab menegaskan: ”Saudara-saudara, … layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal 5:13). “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah” (1 Ptr 4:10).
Menjadi pelayan Kristus berarti melayani dengan seluruh diri. Melayani dengan hati yang tertuju kepada kebesaran dan kemuliaan nama Allah, bukan kebesaran dan kekayaan diri. Kita menjadi Pelayan, seperti Yesus yang “memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mat 20:28). Pelayan yang mengosongkan diri demi kepenuhan dan keselamatan yang dilayani.
Mengosongkan diri berarti membiarkan diri ditarik, digerakan dan dipenuhi oleh kekuatan Allah. Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus dengan indah melukiskan hidup yang digerakan dan dipenuhi oleh kekuatan Allah. “Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Kor 12:10). Dengan mengosongkan diri (Kenosis) berarti kita memersilahkan Allah menguasai dan mendayagunakan diri kita seutuhnya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Dengan mengosongkan diri, seseorang berhasil mencapai puncak kepenuhan dirinya, yaitu mengalahkan keinginan-keinginan dirinya, seperti keangkuhan diri, kesombongan diri, egoisme, dan sifat ingin dihormati. Kita menjadi manusia yang digerakan oleh Roh. Rendah hati, suka menolong, jujur, tanggung jawab, empati, simpati, terbuka, tulus, dan mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan dirinya.
Yesus menegaskan: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9:35). Ini berarti menjadi pelayan berarti memberikan diri untuk kebaikan dan kebahagiaan orang yang dilayani. Pelayanan harus dilakukan secara total dan tanpa pamrih. Tanpa memandang siapa yang dilayani. Tanpa memedulikan harta atau imbalan. Sebab semua yang dilakukan dan dikerjakan semata-mata demi kemuliaan nama Tuhan (ad maioram Dei gloriam).
Seorang pelayan yang bersekutu (ditarik, digerakan, dan dipenuhi) dengan Allah, melayani dengan hati yang tertuju kepada Allah. Ia tidak memilih tempat pelayanan. Ia menerima dimana pun ia ditempatkan. Fokus pelayanannya adalah keselamatan orang yang dilayaninya. Bukan kehormatan, harga diri, harta, atau prestisenya. Dalam melayani, ia tidak bertanya: ”Apa yang saya peroleh atau dapat dari apa yang saya lakukan/kerjakan pada orang lain?” Tetapi ”Bagaimana Ia dapat membebaskan, menyelamatkan, dan membahagiakan orang-orang yang dilayaninya?” Fokus pelayanannya adalah kebutuhan dan kepentingan orang yang dilayani.
Untuk menjadi seorang pelayan Allah dibutuhkan minimal tiga hal, yaitu (1) keberanian untuk mengosongkan diri dari keangkuhan diri, keinginan untuk menerima lebih (harta), kesombongan diri, egoisme, dan sifat ingin dihormati; (2) keberanian untuk menjadikan umat (orang yang kita layani) sebagai fokus dari seluruh pelayanan kita. Umat (orang yang kita layani) adalah ibarat harta surgawi yang tidak akan pernah pudar oleh panas teriknya matahari atau oleh derasnya hujan dan ganasnya badai. Seorang pelayan harus menempatkan orang yang dilayaninya sebagai partner dalam mencapai kesempurnaan diri. (3) memiliki hati yang tertuju kepada kebesaran nama Allah. Bukan kebesaran diri, kekayaan diri, atau keuntungan diri. ”Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil” (1 Kor 9:18). ”Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya” (Kol 3:24) .

Selamat melayani.

NATAL: Kebersahajaan dan Ketulusan

Natal (natalis, natalitas) berarti kelahiran. Kelahiran terjadi karena adanya proses atau rencana yang disiapkan, diharapkan, dan didambakan. Kelahiran berarti hadirnya yang (makhluk) baru di tengah-tengah keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Kelahiran menyiratkan adanya kehidupan, kebahagiaan, kedamaian, dan sukacita yang besar. Dalam suasana damai, bahagia, dan sukacita itu, kehidupan dirayakan dengan penuh makna dan nilai.
Demikian juga kelahiran Yesus, yang diperingati setiap tanggal 25 Desember, . telah dipersiapkan oleh Allah, diwartakan oleh para nabi, dan dinanti-nantikan oleh bani Israel sebagai Mesias (Kristus). Mesias berarti ”yang diurapi oleh Allah.” Kelahiran-Nya dipersiapkan melalui: pertama, mengutus para nabi untuk mewartakan bahwa akan datang seorang Mesias dari keturunan Daud dan kerajaan-Nya tidak akan pernah berakhir. Ia akan menebus, menyelamatkan, dan membaptis dengan Roh Kudus. Kedua, Allah memilih seorang Perawan Nazareth, Maria, yang hidup sederhana, suci, tulus, bersahaja, dan percaya total kepada Allah untuk mengandung Yesus. Ketiga, Allah mengutus Malaikat Gabriel untuk menyampaikan kehendak-Nya kepada Maria bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus. Dan anak itu akan disebut kudus, Putra Allah yang mahatinggi (Luk 2: 26-38). Keempat, Allah mengutus Malaikat kepada Yusuf untuk mengambil Maria sebagai istrinya. Malaikat menyakinkan Yusuf bahwa anak yang di dalam rahim Maria adalah dari Roh Kudus. Kelima, Yusuf mengambil Maria sebagai istrinya. Mereka kemudian mengikuti sensus penduduk. Dalam perjalanan sensus itu, Maria melahirkan Yesus di sebuah kandang domba yang hina, ”kotor”, dan jauh dari kemewahan kota.
Kelahiran-Nya di kandang yang hina di Betlehem memancarkan pesan kedamaian, kesederhanaan, kebersahajaan, ketulusan, dan kehidupan rohani yang tulus, yang jauh dari kemewahan, jauh dari hingar-bingar keduniawian. Ia tidak datang dari dan ke dunia yang penuh kemewahan. Ia datang untuk masuk, hidup, terlibat, dan tinggal bersama yang miskin, menderita, disingkirkan, dan yang diperlakukan tidak adil. Seperti ditegaskan-Nya: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk 4:18-19)

Makna Natal
Natal bukan sekadar nyanyian, pakaian baru, dan tarian. Juga bukan hanya pesta dan makan minum. Makna Natal jauh lebih dalam dari semua itu. Pertama, Allah berinisiatif membuka diri untuk menjalin dan memulihkan kembali hubungan manusia yang retak, bahkan terpisah dari diri-Nya akibat dosa. Allah berkenan menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada manusia agar manusia tidak binasa.
Kedua, Allah berkenan merendahkan diri dan turun-masuk ke dalam dunia (manusia) yang penuh dosa, kejahatan, dan kemunafikan. Allah ingin terlibat dalam seluruh hidup manusia dan merasakan suka duka hidup manusia: lapar, haus, menderita, sakit, “kotor”, dan gelap. Dengan keterlibatan dan kebersamaan-Nya itu, Ia membersihkan, menyucikan, dan membebaskan-menyelamatkan manusia dari kegelapan dosa. Seperti ”terang yang mengusir kegelapan malam.” Inilah solidaritas Allah kepada manusia. “Yesus lahir untuk semua dan di dalam semua.”
Ketiga, Allah hendak mengangkat manusia menjadi putra-putri-Nya yang terkasih, yang bersama-Nya menerangi dunia dengan cinta kasih, kedamaian, sukacita, kesederhanaan, kesetiaan, kebersahajaan, pengosongan dan pengorbanan diri. Ia mau mengangkat harkat manusia yang diinjak-injak oleh orang-orang yang angkuh. Ia mau menjadikan manusia-yang paling hina, kotor-sebagai sahabat-Nya. “Apa saja yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini, itu kaulakukan untuk Aku.”
Keempat, Allah menghendaki kita untuk menjadi sederhana, tulus, bersahaja, dan memiliki kehidupan rohani yang tulus di tengah-tengah kehidupan dunia yang semakin materialistis-hedonistis dewasa ini. Artinya kita hidup bukan sekadar hura-hura, bukan perselisihan, bukan pertengkaran, bukan kebencian, dan bukan pula saling bunuh. Tetapi, hidup ini adalah kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.
Kelima, kemuliaan hidup dapat diraih melalui hidup sederhana, tulus, dan bersahaja. Hidup sederhana dihadapan Allah tidak berarti tidak punya apa-apa, tetapi lebih pada keterbukaan kita pada kekuatan Allah. Kita memberikan diri ditarik dan dikuasai Allah. Dengan hidup seperti ini, kita bersama Maria berujar: ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut parkataanmu itu” (Luk 1: 38). Kita saling menghadirkan wajah Allah kepada yang lain.

Tantangan Bagi kita
Bagaimana dengan kita? Beranikah kita hidup sederhana dan bersahaja? Mampukah kita menghadirkan wajah Allah yang ramah dan penuh cinta kasih kepada sesama kita? Beranikah kita merendahkan diri untuk membantu saudara-saudari kita yang terpinggirkan, terbuang, dan disingkirkan? Beranikah kita menyuarakan kebenaran dan keadilan untuk semua?
Akhir-akhir ini, keberadaan kita sebagai pribadi yang luhur, tampaknya menemui titik rendah. Demi kekuasaan, demi uang, demi prestise, demi keindahan kota, hak hidup seseorang dapat kita rampas dengan kejamnya. Kita menjadi serakah, egois, dan cenderung beorientasi pada “yang penting aku hidup, berkuasa, kaya, peduli amat orang lain.” Hedonisme, materialisme, dan darwinisme menguasai hidup kita. Akibatnya, kematian prematur selalu menunggu di depan mata. Dan korbannya adalah yang lemah, yang terbuang, dan yang terpinggirkan.
Kehadiran Allah tentu tidak dapat dibatasi atau dibentengi oleh sekat-sekat pemisah seperti status sosial, ekonomi, atau agama. Allah hadir dalam diri setiap orang, tanpa terkecuali – kaya-miskin, besar-kecil, kuat-lemah. Kehadiran-Nya memancarkan kesederhanaan, ketulusan, kejujuran, dan kasih bagi semua orang. ''Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, dan kasihilah Tuhan Allahmu dengan sepenuh hatimu dan sepenuh akal budimu.'' Mengasihi Tuhan, berarti juga harus mengasihi sesama kita. “Bagaimana kita dapat berkata bahwa kita mencintai Allah yang tidak kelihatan, sementara saudara yang kelihatan kita benci atau bahkan kita siksa!” Kalau ini yang terjadi berarti kita munafik.
Allah tidak mencintai kekerasan. Allah tidak mencintai pembunuhan, penganiayaan. Allah tidak menuntut kita untuk menguasai orang lain dengan dalih uang, suku, agama, ras, atau golongan. Allah menuntut kita untuk mencintai Diri-Nya dan semua ciptaan-Nya, tanpa terkecuali.
Oleh karena itu, alangkah indah bila pada peringatan Natal kali ini, kita menghadirkan, menghidupkan, dan mengobarkan kembali kasih Allah kepada umat manusia. Kasih Allah yang memancarkan kesederhanaan, kesetiaan, ketulusan, kebersahajaan, dan keindahan. Kasih Allah yang menerima, menghargai, mencintai, dan menghormati setiap orang apa adanya. Seperti Yesus lahir di tempat apa adanya.
Mari kita menjadikan diri kita penuh kasih, sederhana, tulus, setia, dan bersahaja bagi setiap orang, kapan dan dimana saja. Bukan manusia penuh kebencian, keangkaramurkaan, dan keserakahan. Mampukah kita?
Selamat Natal dan Tahun Baru, semoga kelahiran Yesus menghadirkan cinta kasih tanpa syarat kepada semua ciptaan-Nya.

Pendidikan Pembebasan

Refleksi kritis atas kiprah sekolah (pendidikan) dalam membina manusia-manusia muda, melahirkan berbagai macam metode dan teori pembelajaran yang pada masanya menjadi sangat penting dan diyakini cukup efektif mengembangkan kemampuan dasar siswa. Masing-masing metoda dan teori memiliki kelemahan dan keuntungannya. Meskipun demikian, semuanya mengacu pada tujuan yang sama, yakni siswa berhasil mengembangkan potensi diri dan menyelesaikan pendidikannya pada setiap jenjang yang diikutinya.
Improvisasi pada praktik di lapangan ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) sekolah dan faktor budaya (kultur) masyarakat yang dilayani. Soliditas dan keterbukaan untuk saling mengoreksi (corectio fraterna) antarsemua SDM sekolah menjadi hal sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Kejujuran, perhatian, dan penghargaan terhadap guru menjadi kunci terbangunnya pendidikan pembebasan, yaitu pendidikan yang membebaskan manusia-manusia muda dari berbagai macam persoalan hidup yang melingkupinya. Pendidikan yang mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia sehingga mereka terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan, dan ketertinggalan (Freire, 2002).
Pendidikan pembebasan dapat diimplementasikan bila SDM sekolah – terutama penentu kebijakan - memiliki pola pikir, pola asuh, pola laku, dan tentu saja pola kebijakan yang membebaskan terbangunnya ruang-ruang kreativitas, komunikasi yang fair dan dialog partisipatif antarsemua stakeholders. Ini berarti segala bentuk irasionalitas pendidikan, seperti pemalsuan data, pembedaan-pembedaan perlakuan, pelecehan hakekat kemanusiaan, indoktrinasi atas nama otoritas, penyempitan (pembatasan) akses-akses teknologi (internet) atas nama kedisiplinan, atau pem-black list-an pada teman sekerja harus segera dihapuskan. Karena bentuk-bentuk ini adalah wujud konkrit betapa primitif, konservatifnya, dan tidak logis-bijaknya pola pikir, pola tindak, dan pola sikap kita dalam menyingkapi kritisnya analisis-evaluasi atas suatu kebijakan yang tidak diekspos kepada seluruh stakeholders.
Pendidikan pembebasan menfokuskan perhatiannya pada realitas sosial yang tidak adil, yang menindas, dan yang menyebabkan manusia mati sebelum waktunya (kematian prematur). Artinya pendidikan dalam segala bentuknya harus membebaskan manusia (anak didik) dari realitas sosial yang tidak adil, dan dengan demikian mereka dapat mengambil peran dan tanggungjawab untuk membebaskan masyarakatnya dari ketidakadilan, penindasan, dan kekerasan (fisik, psikologis).
Persoalannya adalah beranikah kita menumbuhkan dan mewadahi pemikiran-pemikiran pembebasan dalam praksis pembelajaran kita? Beranikah kita bersikap dan bertindak fair terhadap pertanyaan, respons, dan evaluasi-masukan dari team kerja kita? Beranikah kita menjadikan lembaga pendidikan ini sebagai tempat belajar mencintai orang lain, tempat belajar berbagi bersama orang lain, tempat belajar menghargai hak-hak orang lain, dan tempat mendewasakan diri kita? Sebab menurut Khrisnamurti (Butler-Bowdon, 2005: 181-183), ”pendidikan adalah tentang cara mencintai, cara hidup sederhana, cara membebaskan pikiran kita dari prasangka, takhyul, dan rasa takut.” Pendidikan harus mendewasakan manusia secara integral (holistik). Artinya manusia-manusia muda dibimbing, dibina, dibentuk, dikembangkan, dan diarahkan pada usaha penemuan diri yang sejati, diri yang otentik di tengah-tengah dunia yang kompleks. Manusia-manusia muda memiliki kepribadian yang seimbang. Ia menjadi manusia yang utuh. Seperti yang ditegaskan Zukav (Butler-Bowdon, 2005: 398) bahwa ”ketika kepribadian berada dalam kesimbangan total, Anda tidak bisa melihat di mana akhir kepribadian dan awal jiwa. Itulah manusia yang utuh.”
Namun, sangat disayangkan proses pendidikan kita nihil eksplorasi dan semata-mata menekankan pada pencapaian nilai raport, lulus ujian. Akibatnya, anak-anak didik kita menutup diri dari tipe-tipe kebenaran yang lain. Seperti yang dikatakan Zukav (Butler-Bowdon, 2005: 399) ”jika kita menjalani kehidupan kita hanya sebagai makhluk berpancaindra, hanya menerima kebenaran dari hal-hal yang bisa kita lihat, dengar, rasa, cium, atau sentuh, berarti kita menutup diri kita dari tipe-tipe kebenaran yang lain.”
Realitas ini menunjukkan bahwa pendidikan kita belum sepenuhnya menjadi media pembebasan bagi anak-anak didik untuk keluar dari keterpurukan penemuan diri dan kemiskinan aktualisasi diri. Mencuri, berkelahi, dan penyimpangan seksual adalah contoh real yang terjadi pada anak-anak kita. Ini sangat bertentangan dengan hakikat pendidikan, yaitu mengeksplorasi dan mengembangkan potensi anak didik secara integral-menyeluruh. Inilah pekerjaan rumah kita.

Sekolah dan Peranan Masyarakat

Sekolah diyakini sebagai salah satu institusi atau lembaga yang paling efektif dalam membentuk, mengajari, dan membina manusia-manusia muda ke arah penemuan diri yang otentik, yaitu diri seutuhnya. Diri aktual. Integral. Utuh. Tanpa topeng-topeng perlindungan diri. Proses penemuan diri yang otentik diraih melalui serangkaian interaksi yang sifatnya personal (interaksi ke dalam diri) dan sosial (interaksi keluar dengan lingkungan, sesama).
Dalam interaksi personal, individu mengadakan ”perjalanan ke dalam diri” untuk menyelami dirinya secara integral. ”Who am i?”. Sehingga individu dapat memahami kelemahan (weakness) dan kekuatannya (strength). Dalam interaksi sosial, individu mengeksplorasi dirinya ke luar untuk saling belajar menerima dan sekaligus memberi satu sama lain bagi terbentuknya gambar diri yang ideal. Berhasil tidaknya interaksi ini (personal dan sosial) tentu tidak dapat dilepasbebaskan dari pengaruh-pengaruh lingkungan, kondisi keluarga, teman sebaya, dan kemampuan diri untuk mengeksplorasi segala potensinya.
Dalam dinamik ini, keterlibatan masyarakat (orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya) dalam proses memanusiakan manusia-manusia muda perlu segera direalisasikan. Masyarakat, dengan segala kemampuan dan keterbatasannya, dituntut terlibat aktif dalam proses pembinaan manusia-manusia muda agar manusia-manusia muda menjadi pribadi-pribadi yang tumbuh dan berkembang secara integral.
Keterlibatan masyarakat dalam pendidikan (sekolah) membuka dialog partisipatif-konstruktif bagi terbangunnya proses pendidikan egaliter. Pendidikan menjadi tanggung jawab seluruh stakeholders sekolah dan seluruh elemen masyarakat. Peran serta masyarakat dalam pendidikan ini melahirkan konsep pendidikan partisipatoris, yaitu pendidikan yang mengedepankan sinergi atau partisipasi aktif masyarakat yang ada disekitarnya. Artinya masyarakat terlibat aktif dalam merencanakan dan mengembangkan sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan global. Bersama Guru, Siswa, Yayasan, (dan Pemerintah), masyarakat menjadi pilar menuju sekolah yang bermutu tinggi.

Empat Pilar Sekolah
Bermutu atau tidaknya kualitas sekolah dipengaruhi minimal oleh empat faktor: Pertama, Guru. Guru adalah ujung tombak maju mundurnya atau bermutu tidaknya sebuah sekolah. Ia menjadi key person yang menentukan bagaimana, kemana, dan untuk apa pembelajaran dilaksanakan. Ia mengetahui bagaimana manusia-manusia muda perlu dipersiapkan agar dapat bertahan hidup di tengah-tengah arus ”siapa cepat, dia dapat. Siapa kuat, dia selamat.” Untuk itu, ia harus handal dan kompeten agar dapat mendesain dan menterjemahkan kegiatan pembelajaran secara bermakna (meaningful) dan bermanfaat (useful). Tanpa guru yang handal dan kompeten, mustahil suatu sekolah memiliki mutu tinggi. Karena itu, guru harus dihargai dan dipelihara secara optimal, baik segi fisik-material maupun segi psikologisnya. Penghargaan terhadap guru berarti penghargaan terhadap pendidikan.
Kedua, Masyarakat. Masyarakat yang dimaksudkan adalah orang tua siswa dan warga masyarakat yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Sebagai pengguna jasa pendidikan, masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam terciptanya pendidikan yang berkualitas. Salah satu sumbangan konkret yang dapat diberikan adalah dengan menyediakan atau menciptakan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial yang kondusif, aman, dan tenang bagi proses pendidikan manusia-manusia muda. Bukan hanya itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi sebagai penyandang dana dan sumber belajar. Dalam hal ini masyarakat menjadi teman sekerja atau partner sekolah. ”Masyarakat membutuhkan sekolah, sekolah membutuhkan masyarakat.” Terbangun relasi-komunikasi timbal balik. Relasi yang saling membutuhkan dan membangun.
Ketiga, Siswa. Sekolah ada dan tetap eksis karena ada siswa. Tanpa siswa, sekolah tidak ada. Yang ada hanya gedung. Bersama guru, siswa menentukan warna dan kualitas sekolah. Siswa dan guru yang kompeten, handal, cerdas dan berbakat akan menjadikan sekolah sebagai sekolah yang berkualitas. Siswa menjadi subjek yang belajar, sementara guru adalah subjek yang mengajar. Keempat, Yayasan. Yayasan berfungsi sebagai fasilitator sekolah. Seperti memenuhi kebutuhan guru, sarana prasarana pembelajaran, dan perencanaan keberlangsungan sekolah. Dalam banyak hal, yayasan menjadi pelayan sekolah.
Keempat pilar tersebut terkait satu sama lain. Masing-masing menyumbangkan kontribusinya bagi keberlangsungan kehidupan sekolah. Keempatnya perlu menjalin kolaborasi-sinergis demi kemajuan sekolah. Yang satu harus dilengkapi oleh yang lain. Singkatnya, masing-masing pilar harus memberikan kontribusinya masing-masing sesuai dengan bidang, tanggung jawab, dan kompetensinya.