Senin, 26 Januari 2009

Sekolah dan Peranan Masyarakat

Sekolah diyakini sebagai salah satu institusi atau lembaga yang paling efektif dalam membentuk, mengajari, dan membina manusia-manusia muda ke arah penemuan diri yang otentik, yaitu diri seutuhnya. Diri aktual. Integral. Utuh. Tanpa topeng-topeng perlindungan diri. Proses penemuan diri yang otentik diraih melalui serangkaian interaksi yang sifatnya personal (interaksi ke dalam diri) dan sosial (interaksi keluar dengan lingkungan, sesama).
Dalam interaksi personal, individu mengadakan ”perjalanan ke dalam diri” untuk menyelami dirinya secara integral. ”Who am i?”. Sehingga individu dapat memahami kelemahan (weakness) dan kekuatannya (strength). Dalam interaksi sosial, individu mengeksplorasi dirinya ke luar untuk saling belajar menerima dan sekaligus memberi satu sama lain bagi terbentuknya gambar diri yang ideal. Berhasil tidaknya interaksi ini (personal dan sosial) tentu tidak dapat dilepasbebaskan dari pengaruh-pengaruh lingkungan, kondisi keluarga, teman sebaya, dan kemampuan diri untuk mengeksplorasi segala potensinya.
Dalam dinamik ini, keterlibatan masyarakat (orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya) dalam proses memanusiakan manusia-manusia muda perlu segera direalisasikan. Masyarakat, dengan segala kemampuan dan keterbatasannya, dituntut terlibat aktif dalam proses pembinaan manusia-manusia muda agar manusia-manusia muda menjadi pribadi-pribadi yang tumbuh dan berkembang secara integral.
Keterlibatan masyarakat dalam pendidikan (sekolah) membuka dialog partisipatif-konstruktif bagi terbangunnya proses pendidikan egaliter. Pendidikan menjadi tanggung jawab seluruh stakeholders sekolah dan seluruh elemen masyarakat. Peran serta masyarakat dalam pendidikan ini melahirkan konsep pendidikan partisipatoris, yaitu pendidikan yang mengedepankan sinergi atau partisipasi aktif masyarakat yang ada disekitarnya. Artinya masyarakat terlibat aktif dalam merencanakan dan mengembangkan sekolah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan global. Bersama Guru, Siswa, Yayasan, (dan Pemerintah), masyarakat menjadi pilar menuju sekolah yang bermutu tinggi.

Empat Pilar Sekolah
Bermutu atau tidaknya kualitas sekolah dipengaruhi minimal oleh empat faktor: Pertama, Guru. Guru adalah ujung tombak maju mundurnya atau bermutu tidaknya sebuah sekolah. Ia menjadi key person yang menentukan bagaimana, kemana, dan untuk apa pembelajaran dilaksanakan. Ia mengetahui bagaimana manusia-manusia muda perlu dipersiapkan agar dapat bertahan hidup di tengah-tengah arus ”siapa cepat, dia dapat. Siapa kuat, dia selamat.” Untuk itu, ia harus handal dan kompeten agar dapat mendesain dan menterjemahkan kegiatan pembelajaran secara bermakna (meaningful) dan bermanfaat (useful). Tanpa guru yang handal dan kompeten, mustahil suatu sekolah memiliki mutu tinggi. Karena itu, guru harus dihargai dan dipelihara secara optimal, baik segi fisik-material maupun segi psikologisnya. Penghargaan terhadap guru berarti penghargaan terhadap pendidikan.
Kedua, Masyarakat. Masyarakat yang dimaksudkan adalah orang tua siswa dan warga masyarakat yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Sebagai pengguna jasa pendidikan, masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam terciptanya pendidikan yang berkualitas. Salah satu sumbangan konkret yang dapat diberikan adalah dengan menyediakan atau menciptakan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial yang kondusif, aman, dan tenang bagi proses pendidikan manusia-manusia muda. Bukan hanya itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi sebagai penyandang dana dan sumber belajar. Dalam hal ini masyarakat menjadi teman sekerja atau partner sekolah. ”Masyarakat membutuhkan sekolah, sekolah membutuhkan masyarakat.” Terbangun relasi-komunikasi timbal balik. Relasi yang saling membutuhkan dan membangun.
Ketiga, Siswa. Sekolah ada dan tetap eksis karena ada siswa. Tanpa siswa, sekolah tidak ada. Yang ada hanya gedung. Bersama guru, siswa menentukan warna dan kualitas sekolah. Siswa dan guru yang kompeten, handal, cerdas dan berbakat akan menjadikan sekolah sebagai sekolah yang berkualitas. Siswa menjadi subjek yang belajar, sementara guru adalah subjek yang mengajar. Keempat, Yayasan. Yayasan berfungsi sebagai fasilitator sekolah. Seperti memenuhi kebutuhan guru, sarana prasarana pembelajaran, dan perencanaan keberlangsungan sekolah. Dalam banyak hal, yayasan menjadi pelayan sekolah.
Keempat pilar tersebut terkait satu sama lain. Masing-masing menyumbangkan kontribusinya bagi keberlangsungan kehidupan sekolah. Keempatnya perlu menjalin kolaborasi-sinergis demi kemajuan sekolah. Yang satu harus dilengkapi oleh yang lain. Singkatnya, masing-masing pilar harus memberikan kontribusinya masing-masing sesuai dengan bidang, tanggung jawab, dan kompetensinya.

Tidak ada komentar: