Selasa, 09 November 2010

SIBUK

Dalam sebuah meeting, seorang teman datang terlambat kira-kira 30 menit. Ia tampak tergopoh-gopoh menuju tempat dimana kami para peserta rapat sudah berkumpul dan berbincang lebih dahulu. Sesampai di tempat ia langsung berujar: "Aduh maaf, saya terlambat. Tadi sibuk sekali di rumah. Ada tamu datang, belu lagi harus masak untuk anak-anak, nyiapin kopi untuk Bapaknya..."
Akhir-akhir ini, manusia memang tidak pernah lepas dari kesibukan. Sibuk ini, sibuk itu, dan masih banyak lagi sibuk-sibuk yang lain. Namun, kesibukan sebaiknya tidak memenjarakan kebebasan kita untuk berjumpa dan berdialog dengan Allah. Bukankah Allah dapat dijumpai dalam segala situasi dan kondisi hidup kita.
Jadikanlah kesibukan sebagai jalan-jalan terang menuju pencerahan batin. Biarlah hati kita dibentuk oleh pengalamanan-pengalaman kesibukan kita. Libatkan Allah dalam segala aktivitasmu. Jangan membiarkan kesibukan menjadikan kita jauh Allah....

HUJAN

Banyak cerita tentang hujan. Apalagi akhir-akhir ini di Yogyakarta terjadi hujan abu vulkanik, di Bandung hujan salju, di Australi hujan ikan, di India hujan ikan, dan masih banyak lagi hujan-hujan lain.
Hujan memang identik dengan air: tercurahnya air dari langit ke bumi. Namun, kita juga perlu menyadari bahwa hujan juga dapat berbentuk lain, tergantung seperti apa yang dikehendaki oleh Allah. Mungkin dengan adanya hujan jenis lain (selain hujan air), Allah memeringatkan kepada kita akan ketidakharmonisan hubungan manusia dengan alam semesta, dengan sesamanya, dan juga dengan Tuhannya. Manusia cenderung angkuh terhadap alam: hutan dibabat habis, gunung-gunung di ratakan untuk menimbun laut, dst. Inilah ironisitas.
Kita, manusia, cenderung gagal membaca tanda-tanda zaman yang telah diperlihatkan oleh-Nya dengan serentetan peristiwa-peristiwa aneh di sekitar kita. Kita gagal karena kita selalu menempatkan kepentingan diri sebagai pusat dari seluruh gerakan indahnya alam. Adanya monopoli air, minyak, beras, dll merupakan contoh konkret betapa egoisme dan keangkuhan diri menempati derajat tertinggi dalam hidup kita.
Akibatnya, kita menjadi kurang tanggap terhadap bencana yang mengancam di depan mata kita. Kita kurang peduli dan kurang hormat terhadap sesama kita yang beranekaragam latar belakang kehidupan. Munculnya sikap penolakkan terhadap sesama yang beraliran lain merupakan bukti konkret betapa pembenaran kelompok mengalahkan keharmonisan hidup yang telah dirancang oleh Allah sejak semula.
Allah sejak semula telah merancang dan mememlanning alam semesta dengan demikian indahnya. Adanya yang putih, hitam, kuning, merah, jingga, hijau, dstnya. Keberagaman menghasilkan keindahan dan keharmonisan.
Mau hidup indah dan harmonis? kuncinya hanya satu: HORMATI DAN HARGAILAH KEBERAGAMAN HIDUP DI ALAM SEMESTA INI. Selamat melaksanakan...

Kamis, 30 September 2010

MERAYAKAN KOMITMEN BERSAMA

Semua hubungan mempunyai masa sulitnya. Dibutuhkan keberanian untuk bertahan dalam jalurnya. Seorang bijak berkata: “”Kehidupan pernikahan layaknya suatu lari maraton. Tidak cukup hanya membuat start yang bagus ke suatu pernikahan jangka panjang. Engkau memerlukan Kekuatan Kuasa”. Menurut Thurber, ”Cinta adalah apa yang telah engkau lewati dengan seseorang.” (http://discover.seiman.org, 5/2/10). Pernikahan bukanlah “saat” kita untuk menjadi tidak setia, tetapi “saat” kita untuk menjadi bagian hidup dari pasangan kita. Bahwa dua hati telah menjadi satu.” Bahwa “dua pribadi menjadi satu daging.”
“Kesatuan ini, penggabungan ini, adalah suatu kebergantungan satu dengan yang lain yang mengikat satu hati ke yang lainnya dalam ”ikatan emas kasih yang kekal.” Dalam konteks ekslusivitas (dan hanya dalam konteks itu saja), suatu pasangan bertumbuh dalam kepercayaan, pengontrolan diri, dan penghargaan. Dalam atmosfir ini setiap anggota akan menjadi dirinya sendiri yang terbaik dan mengisi tujuan Sang Pencipta untuk perkawinan mereka. Percintaan Seksual merayakan dan memperkuat komitmen ekslusive itu. Tanpa komitmen ini terhadap satu sama lainnya, tindakan seksual adalah cinta diri sendiri, dan terutama adalah menghancurkan diri sendiri dan pasangannya.” (http://discover.seiman.org, 5/2/10).
Komitmen pada hidup perkawinan membutuhkan tanggung jawab dan pengorbanan yang besar karena kita harus menempatkan seluruh diri kita pada kehidupan perkawinan kita. Ketegasan, kejujuran, keadilan, dan keterbukaan menjadi pengikat yang kuat untuk tetap bertahan pada jalur kesatuan hati dengan pasangan. Karena itu, setiap pasangan harus rela dan dengan senang hati mengesampingkan kepentingan dirinya sendiri demi tercapainya tujuan atau kepentingan bersama, yaitu kebahagiaan bersama.
Merayakan komitmen bersama dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai dengan kebutuhan dan kebahagiaan pasangan kita. Perayaan komitmen harus semakin mempersatukan pasangan dalam persekutuan kasih. Juga pasangan saling menyegarkan kembali ikatan kasih yang dibangun bersama. Suami mengakui bahwa "engkau isteriku, seluruh dirimu kugantikan dengan diriku. Demikian juga isteri bersedia "engkau suamiku, seluruh dirimu kugantikan dengan diriku". Maka dengan pertukaran itu, suami dapat memandang dan memperlakukan isterinya, sebagai "dirinya sendiri" , sebaliknya begitu. Dengan kata lain, suami isteri saling mengarahkan jerih payahnya untuk hidup pasangannya, bukan hidup dirinya sendiri. Itulah "mengasihi sesama seperti dirinya sendiri" dalam keluarga. Kasih antar sesama itu dapat menjadi "tanda kasih yang hidup dari kesetiaan kasih Allah kepada manusia” (http://komkatkpwt.blogspot.com, 5/2/10).
Oleh karena itu, rayakanlah komitmen perkawinan dengan cara-cara yang membuat anda semakin diper-SATU-kan sebagai pasangan. Misalnya:
Berlibur ke suatu tempat yang romantis
Saling memberikan pujian
Berdoa bersama
Mengundang saudara atau teman dalam HUT perkawinan
Mengadakan Misa syukur di rumah, dst.

Komitmen tentu tidak hanya dirayakan, tetapi harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab sebagai pasangan. Karena itu, kita perlu merefleksikan sikap dan perilaku kita setiap saat: apa saya sudah berada pada jalur yang benar? Apakah saya sudah mengesampingkan kepentingan diri demi kebahagiaan bersama? Apakah saya sudah bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga? dst.
Untuk itu, (1) bangunlah komunikasi yang baik, terutama bentuk komunikasi yang tepat. Komunikasi bisa dilakukan dengan cara-cara yang sederhana, pilihlah sebuah penyampaian pesan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Terpenting saat kita menyampaikan pesan, pahami kondisi keluarga, terutama kondisi pasangan. Apapun masalah yang kita hadapi, hadapi dengan keterbukaan. Ciptakan sebuah solusi ampuh agar siap menghadapi berbagai masalah. Komunikasi terbuka, penting dalam sebuah pernikahan. Hindari sikap saling tutup mata terhadap permasalahan yang mungkin terjadi. (2) Sadarilah bahwa cinta bukan segalanya, tetapi segalanya membutuhkan cinta supaya dapat berjalan dalam cinta. Saling menghormati, menghargai, kesetiaan dan sebuah kejujuran adalah hal penting yang perlu dibina untuk membangun pernikahan yang ideal dan langgeng. (3) Bangunlah tanggung jawab. Pernikahan adalah sebuah rasa tanggungjawab penuh atas komitmen yang telah dibuat. Kita tidak hanya bertanggungjawab pada diri sendiri, tapi kita juga bertanggungjawab kepada keluarga dan juga kepada Tuhan. (4) Pahamilah bahwa pernikahan tidak mematikan kepribadian seseorang. Sebuah ikatan bernama pernikahan bukan berarti memenjarakan atau terbelenggunya hak individu. Idealnya, pernikahan akan memperkaya kepribadian seseorang karena mereka dapat melengkapi satu sama lain dan saling belajar untuk menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tak hanya itu, dengan pernikahan diharapkan kedua pasangan dapat mengembangkan diri secara optimal karena adanya sikap saling mendukung satu sama lain.
“Rayakanlah komitmen dengan penuh cinta dan kebahagian, maka kita akan bahagia.”



Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN, yang tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah menyimpang kepada kebohongan! (Mazmur 40:4-5)

Berbahagialah orang-orang yang berpegang pada hukum, yang melakukan keadilan di segala waktu!
(Mazmur 106:3)

Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. (Matius 5:8)