Senin, 06 Juli 2009

Menerima Sebagaimana Adanya


Markus 6: 1-6
Melalui firman Tuhan ini kita dapat belajar beberapa hal:
Pertama, menerima dan menghargai setiap orang sesuai dengan pertumbuhan dirinya. Allah mengingatkan kita bahwa setiap orang mengalami perubahan setiap saat, bahkan detik. Saya yang sekarang, lain dengan saya yang lima menit kemudian. Karena itu, kita diajak oleh Allah untuk menerima dan menghargai setiap orang seperti adanya dia sekarang. Bukan berdasarkan pengalaman kita di masa lampau. Atau berdasarkan kekenalan kita dengannya di masa silam.
Kedua, Allah tidak pernah meninggalkan umat yang keras kepala, pemberontak, dan keras hati. Allah terus berkarya di tengah-tengah umat yang demikian melalui perantaraan para nabi. Allah bukanlah Allah yang dendam tetapi Allah yang penuh belas kasihan. Penuh pengampunan. Penuh rahmat. Meskipun demikian, rahmat dan mukjizat Allah hanya dapat kita dialami kalau kita percaya-memiliki iman. Tanpa iman, rahmat dan mukjizat Allah tidak akan pernah terjadi atau kita alami dalam hidup ini. Mengapa? Karena ”Yesus tidak mengadakan satu mujizat pun di sana...” Sikap irihati, keras kepala, pemberontak dsjnya menutup terjadinya mukjizat dan mengalirnya rahmat Allah dalam hidup kita. Pertanyaannya untuk kita: apakah kita tetap bersikap keras kepala seperti bangsa Israel? Apakah kita tidak mau menerima rahmat dan mukjizat? Kalau mau berarti kita harus mengubah diri kita, yaitu menjadikannya selaras dengan firman Tuhan: murah hati, sabar, melayani, mengasihi, penguasaan diri.
Ketiga, kecurigaan akan kemahamampuan Yesus. Kita seringkali tidak ada bedanya dengan orang-orang yang ada di kampung halaman Yesus. Kita seringkali curiga dan bahkan menuduh Yesus tidak berbuat sesuatu untuk hidup kita. Kita mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Kita bukan hanya mencurigai Yesus, tetapi kita juga mencurigai dan menuduh sesama kita yang bukan-bukan. Sikap ini menjauhkan bahkan memisahkan kita dengan Yesus sebagai sumber keselamatan. Mengapa? Karena kita tidak percaya kepada-Nya. Kita tidak menghargai karya-Nya di tengah-tengah dunia melalui kehadiran sesama kita. Kita menolak kemahakuasaan Yesus. Kalau kita menolak kemahakuasaan Yesus, berarti kita mengakui kuasa iblis. Pertanyaannya bagi kita: apakah kita mau mengandalkan kuasa iblis dalam hidup kita? Kalau tidak, berarti kita harus menerima Yesus dalam seluruh hidup kita. Bukan hanya dengan mulut, perkataan.
Keempat, kepercayaan-iman. Iman adalah dasar dari keterbukaan kita kepada Allah yang hadir melalui perantaraan para nabi dan terutama melalui Putra-Nya. Iman membukakan rahmat dan mukjizat Allah untuk terjadi dalam hidup kita. Beriman menjadikan kita terbuka pada kemahakuasaan dan kebaikan atau keberhasilan sesama. Iman menjadikan kita bersatu dengan Yesus selalu menjumpai kita.

Marilah kita membuka hati-diri kita pada seluruh kebaikan-kemahakuasaan Allah yang hadir di tengah-tengah dunia. Biarlah Allah menjadi segala dalam segalanya. Yesus adalah firman yang menjadi manusia.
Semoga kasih dan berkat Tuhan membimbing kita semua kepada keselamatan yang kekal....

Tidak ada komentar: