Kamis, 19 November 2009

RAJA KEBENARAN

“Untuk itulah Aku lahir, dan untuk itulah Aku datang ke dunia ini, yakni untuk memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
Kristus raja semesta alam. Sebagai raja, Yesus hidup jauh dari gaya hidup seorang raja pada umumnya. Yesus hidup sederhana, berkelana mewartakan Kebenaran Allah kepada manusia. Ia menjauhkan diri dari kenikmatan-kenikmatan duniawi, seperti harta, kekuasaan, dan penghormatan. Ia bahkan memerintahkan kepada para pengikut-Nya untuk “meninggalkan segala-galanya jika ingin menjadi murid-Nya.”
Bagi Yesus, apa pun alasannya, para murid harus menjauhkan diri dari keinginan akan uang, kekayaan, kekuasaan, dan gila hormat. Para murid harus memfokuskan seluruh dirinya untuk mewartakan kebenaran-kebenaran Allah, yakni kabar gembira keselamatan kepada seluruh umat manusia, tanpa kecuali.
Lebih dari itu, para murid harus menjadi pelayan dari segala pelayan (servus servorum). Tidak memihak yang kuat dan melecehkan yang lemah. Tidak bersekongkol dengan penguasa untuk membenarkan tindakan yang salah. Tidak memamerkan atau menyombongkan diri, melainkan harus rendah hati. Tulus. Berani mengemukakan kebenaran.
Dalam wawancara-Nya dengan Pilatus, tampak bahwa Yesus menghadirkan diri sebagai pribadi yang rendah hati dan sekaligus tegas pada kebenaran. Ia dengan tegas menolak kerajaan politis dengan menegaskan Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini. Kerajaan-Ku adalah kerajaan Rohani-Surgawi, bukan kerajaan politis-duniawi.
Jawaban Yesus ini menegaskan bahwa Kerajaan Kebenaran tidak membutuhkan persekongkolan politis, seperti yang diingini oleh Pilatus dan para imam kepala. Juga tidak membutuhkan pengakuan penguasa yang lalim dan jahat. Juga tidak cari keuntungan diri (bisa selamat: tetap berkuasa). Kerajaan Kebenaran hanya membutuhkan keberanian, ketulusan, dan kejujuran untuk melakukan dalam seluruh prilaku hidup setiap hari.
Keberanian untuk mengatakan-menegakkan kebenaran. Kebenaran adalah kehidupan. Kebenaran adalah jalan menuju kebersatuan dengan Allah. Kebenaran membebaskan kita dari maut. “Demi kebenaran Allah, aku rela menderita, dicacimaki, dicemooh, atau bahkan dibunuh.”
Ketulusan untuk tetap dan terus melakukan dan mewartakan kebenaran. Bahwa kebenaran Allah harus mewarnai dan menggarami dunia yang buram dan tawar. Meskipun dihadapkan pada berbagai macam tantangan, seperti kekayaan, kekuasaan, atau kenikmatan. “Demi kebenaran Allah, aku rela menjadi pelayan bagi setiap orang. Aku rela menjadi servus servorum.”
Kejujuran untuk memperjuangkan kebenaran Allah. Bahwa apa yang kita lakukan, semuanya demi tegaknya kebenaran Allah di tengah-tengah dunia ini. Kebenaran Allah adalah kebenaran kekal. “Demi kebenaran Allah, aku merelakan diri untuk menentang kemunafikan, kebohongan, atau cara-cara yang tidak fair.”
Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan Negara kita?
Kebenaran Allah tampaknya jauh dari hidup kita, hidup Negara kita. Kita tidak jarang menerapkan kebenaran fiktif untuk memeroleh keuntungan-keuntungan pribadi (uang, kekuasaan, kedudukan, atau kehormatan). Para penegak hukum tidak jarang menegakkan kebenaran material, yaitu kebenaran diukur dengan sejumlah materi (uang). “Siapa yang memberi banyak, dia yang benar.” Atau mereka baru bekerja kalau ada uang, sehingga terjadi suap-menyuap, korupsi, jual-beli perkara, dan sejenisnya. Ironis. Inilah “hidup untuk uang. Bukan uang untuk hidup.”
Keadaan yang demikian menyebabkan kehidupan menjadi tidak bahagia. Hidup menjadi pelarian, yaitu lari dari Allah dan mengikuti daya pikat kenikmatan duniawi. Lari dari kebahagiaan ilahi-surgawi dan mengutamakan “kebahagiaan materia-duniawi.”
Bagaimana cara mengatasi hal ini?
Sabda Tuhan hari ini memberikan jawabannya. Pertama, kita perlu hidup rendah hati, seperti Yesus meskipun Dia adalah raja semesta alam, namun Ia tetap sederhana. Tidak menampilkan diri sebagai raja. Ia membiarkan orang lain yang mengatakan bahwa “Ia adalah raja segala raja.”
Kedua, orientasi hidup harus diarahkan pada kerajaan ilahi-surgawi, bukan materia-duniawi. Kita hidup untuk kerajaan rohani, kerajaan kebenaran Allah.
Ketiga, menanamkan dan mewartakan kebenaran Allah dalam seluruh perilaku hidup harian kita. Kita telah ditebus dengan darah-Nya dan telah ditetapkan menjadi imam-imam-Nya bagi Bapa. Sehingga dengan demikian kita dapat berucap tegas bersama Yesus: “Untuk itulah Aku lahir, dan untuk itulah Aku datang ke dunia ini, yakni untuk memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk melakukan yang baik dan berkenan kepada Allah.

Tidak ada komentar: