Sabtu, 11 Mei 2013
Merefleksikan Karunia Allah Setiap Hari
Dalam kisah penciptaan, dikisahkan bahwa manusia diciptakan secitra dan segambar dengan Allah. Manusia diciptakan pada hari terakhir dari rangkaian penciptaan itu. Hal ini menandakan bahwa penciptaan manusia begitu istimewa bila dibandingkan dengan ciptaan-ciptaan yang lainnya. Keistimewaannya tentu saja tidak hanya terletak pada "dia adalah citra Allah", tetapi lebih dari itu, manusia dianugerahi "kekuasaan untuk menguasai dan menaklukkan alam semesta."
Anugerah yang istimewa itu tentu saja dimaksudkan agar manusia ikut serta ambil bagian dalam karya-karya Allah bagi dunia, sehingga dunia dapat terus lestari. Karena itu, manusia disebut sebagai "partner" atau "co-creator" Allah bagi dunia. Sebagai "partner" atau "cocreator" Allah, manusia menjadi "medium" yang mewujudnyatakan "Allah yang tidak kelihatan" kepada dunia, sehingga dunia mampu mengenal-Nya dan berkomunikasi dengan-Nya secara personal maupun kelompok.
Realitas ini menandakan bahwa dalam diri manusia, Allah terus berkarya "sampai akhir zaman." Pertanyaannya adalah: sudahkah kita, manusia, menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa Allah tinggal dan berkarya di dalam diri kita? Bukankah kalau Allah berkarya di dalam diri kita berarti kita (seharusnya) menjadi "pancaran diri-Nya"?
Kesadaran kita akan "tinggal dan berkaryanya Allah" dalam diri kita dapat kita "temukan" bila kita merefleksikan anugerah-anugerah Allah yang kita alami setiap hari dalam hidup kita. Melalui refleksi itu, kita menemukan kekuatan iman, sehingga kita sanggup melakukan "apa yang orang lain tidak mungkin kita lakukan." Artinya, kita dapat melakukan hal-hal besar dengan melakukan hal-hal sederhana. Seperti yang dilakukan oleh Ibu Theresa dari Kalkuta (ia merawat manusia-manusia yang "dibuang" oleh sesamanya). Kita dapat melakukan apa yang tampak mustahil. Mengapa? Karena melalui refleksi iman itu, kita menemukan "sumber" yang mengarahkan kita untuk mampu melakukan yang BESAR melalui YANG KECIL.
Selamat berefleksi.....
Kamis, 09 Mei 2013
"Genggam Erat Corpus Christi"
Kepercayaan yang total pada Yesus Kristus, menjadikan seseorang "berani" melakukan sesuatu yang sungguh luar biasa. Keberanian itu tentu didorong dan digerakkan oleh iman yang kuat akan kehidupan yang istimewa dari Sang Guru. St. Tarsisius melakukan hal yang luar biasa ini. Ia memutuskan untuk terus memegang erat Tubuh Kristus di dalam tangannya, meskipun dia dihujani batu oleh teman-temannya sampai dia menghembuskan nafas terakhirnya. Pengorbanan yang sungguh heroik.... "Genggamlah erat tubuh Kristus dalam diri kita, maka Ia akan menggenggam erat kita."
Kamis, 20 Desember 2012
Test
Ketika saya melamar di sebuah perusahaan tambang sebagai trainer, saya dipanggil untuk mengikuti tes seleksi. Tesnya cukup mudah untuk diselesaikan. Saya mengerjakannya dengan sangat enjoy dan tanpa beban apa pun. Tes tahap pertama saya lalui dengan sukses. Demikian juga dengan tes-tes selanjutnya. Tahap terakhir dari seleksi itu adalah interview. Tes ini pun cukup mudah dan sangat sederhana untuk saya lakukan. Karena itu, saya yakin 100% pasti diterima, bila tidak ada faktor X yang mempengaruhi proses tersebut.
Namun, apa yang saya duga menuai kebeneran. Sampai cerita ini saya tulis, tidak ada kabar beritanya. Padahal, mereka cerita seminggu setelah interview, saya akan dihubungi secara personal: diterima atau tidak. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, dan bahkan sekarang sudah 3 tahun tetap tidak ada kabar beritanya. Saya ingin menanyakannya, tetapi tidak jadi. Saya pesan Yesus: "Apapun yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, itu kamu lakukan untuk Aku." Pesan Yesus ini mengurungkan niat saya untuk bertanya. Mungkin Dia ingin tetap saya sebagai seorang guru di sekolah, sehingga saya memiliki lebih banyak waktu untuk melayani di Gereja. 'Terima kasih Tuhan Yesus, Engkau telah menentukanku untuk tetap menjadi pewarta sabda-Mu dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Aku percaya bahwa Engkau besertaku selalu... Imanuel...'
Rabu, 19 Desember 2012
Mabuk
Kisah ini mungkin cukup menjijikan untuk diceritakan. Meskipun demikian dengan kesadaran akan kehadiran dan keberadaan yang lain, kisah ini ingin saya ceritakan.......
Saat liburan Natal tiba, kami sekeluarga memutuskan untuk berlibur ke tempat nenek di kampun, Toraja dan Bone-Bone. Jarak antara Sangatta -Toraja-Bone-Bone sangat jauh dan melelahkan. Mendengar kata "libur", anak-anak langsung riang gembira. "Naik pesawat, ya Pak?" tanya si sulung. "Ya dong..." jawab adiknya. "Asyik.........asyik.........asyik........" mereka melompat kegirangan. Pukul 06.00, kami sudah siap berangkat menuju Bandara Tanjung Bara. Haha.. anak-anak mulai gelisah.. "Kok naik mobil, pak? katanya naik pesawat?" mereka serentan bertanya kesal. "Tenang...tenang... sebentar lagi kita naik pesawat. Itu pesawatnya" saya mencoba menghiburnya. Ketika sampai di Bandara, mereka melihat pesawat kecil (cassa). "Lo, pesawatnya koq kecil, Pak?" tanya si sulung. "Ya, sekarang pesawatnya kecil. Nanti sampai di Balikpapan baru naik pesawat besar" jelas saya. Sesampai di Balikpapan, anak-anak tampak gembira. "Pak, pesawatnya besar-besar... banyak, ya...." teriaknya gembira. "Ya, ya... sebentar lagi kita naik pesawat itu" sambungku. "Asyik...asyik....asyik....." mereka teriak gembira. Pukul 12.45, kami dipersilahkan naik pesawat. "Ayo Pak, cepat naik" ajak anak-anak dengan gembira. Sesampai di dalam pesawat, anak-anak sangan gembira... dan tidak lama kemudian pesawat siap-siap take off. Pukul 13.50, kami sudah landing di bandara Hasanuddin, Makassar. Cuaca cukup cerah... dan kami meneruskan perjalanan menuju rumah di Makassar untuk mempersiapkan diri berangkat ke Toraja esok harinya.... Perjalanan Makassar-Toraja ditempuh selama 8 jam melalui darat. Maklum kondisi jalannya seperti ular.... berlekak lekuk.... dan ketika sampai di Enrekang... jalan seperti cacing kepanasan.... perut mulai dikocok dan digoyang-goyang....dan......... saya mulai muntah.....muntah.... anak-anak muntah.... mamanya muntah..... semua muntah....... Dalam kondisi yang demikian, kami menjadi lemas.... dan hanya mampu berdoa: semoga bisa sampai di tempat tujuan. "Tuhan Yesus, Engkaulah kekuatanku. Bantulah kami agar dapat menyelesaikan perjalanan ini. Seperti Engkau bersabda: 'Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.' Lindungilah kami. Sebab Engkaulah pengantara kami. Amin." Setelah berdoa demikian, kami membujuk anak-anak untuk memejamkan matanya dan... kami semua tertidur pulas sampai di tempat tujuan....Makale, Toraja.
"Tuhan Yesus, kami puji dan muliakan Engkau. Engkaulah kekuatanku. Penyelamatku. Gunung batuku. Kota kediamanku. Bersama Engkau kami bahagia.... Amin."
Langganan:
Postingan (Atom)