Jumat, 09 September 2011

Pencobaan

Pak Jusuf, seorang tukang kayu yang hidupnya jujur dan baik. Sehari-sehari pekerjaannya adalah membuat kusen jendela dan kusen pintu. Ia juga menerima pesanan untuk memerbaiki lantai atau dinding rumah yang rusak. Juga ia sering dipanggil tetangga-tetangganya untuk mengecat rumahnya. Baginya apa pun pekerjaan, akan ia lakukan selagi ia bisa mengerjakannya. Ia menekuni pekerjaannya sejak ia menamatkan sekolah di STM.
Suatu hari, ketika ia sedang mengecat dinding rumah Pak Johan, ada seorang kaya memerhatikannya dengan seksama. Orang kaya itu berhenti dan turun dari mobilnya hanya untuk memerhatikan cara Pak Jusuf mengecat rumah. Orang kaya itu mengamatinya selama beberapa hari dan pada suatu hari ia akhirnya memerkenalkan diri kepada Pak Jusuf.

“Maaf, Pak. Kenalkan saya Pak Marthen”, sapa Pak Marthen.
“Saya Jusuf, Pak”, sahut pak Jusuf.

Setelah perkenalan itu, mereka ngobrol serius tentang pekerjaan, honor yang diterima Pak Jusuf, bila mengerjakan pekerjaan seperti itu (mengecat rumah).

Pak Marthen : “Pak Jusuf sudah berapa lama menekuni pekerjaan ini?”
Pak Jusuf : “Sudah hampir 26 tahun, Pak. Sejak saya tamat STM”
Pak Marthen : “Lho, kenapa Bapak tidak lanjut kuliah?”
Pak Jusuf : “Orang tua saya tidak memiliki biaya untuk kami sekolah. Kami semua tamat STM, Pak”
Pak Marthen : “Ya, ya, ya. Tapi kalau Bapak bekerja seperti ini, Bapak dibayar harian atau borongan?”
Pak Jusuf : “Tergantung Pak. Ada yang harian, ada yang borongan”
Pak Marthen : “Kalau harian, Bapak dibayar berapa? Kalau borongan, satu rumah begini berapa?”
Pak Jusuf : “Harian: perhari 75.000; Borongan: 4.000.000;”
Pak Marthen : “Oh… murah sekali… (sambil mengangguk-anggukkan kepalanya). Bagaimana kalau Bapak mengerjakan rumah saya? Untuk harian saya bayar Bapak 150.000 dan Borongan saya bayar 6.000.000. Bagaimana?”
Pak Jusuf : “Maaf, Pak. Saya belum bisa. Saya harus menyelesaikan pekerjaan ini.”
Pak Marthen : “Bagaimana kalau hariannya 200.000; dan borongan 6.500.000?”
Pak Jusuf : “Maaf, Pak. Saya belum bisa. Saya harus menyelesaikan pekerjaan ini.”

Meskipun Pak Jusuf sudah memberikan jawaban tidak, namun Pak Marthen tetap mengejarnya dan mengejarnya agar Pak Jusuf mau meninggalkan pekerjaannya dan segera mengerjakan rumahnya. Pak Marthen memberikan honor yang fantastik untuk menarik Pak Jusuf.

Pak Marthen : “Ayolah Pak. Bapak minta berapa? 250.000/ hari? Silahkan. Yang penting rumah saya segera selesai. Soalnya tukang-tukang lain, pekerjaannya kurang bagus.”
Pak Jusuf : “Maaf, Pak. Untuk ketiga kalinya saya harus mengatakan tidak. Saya harus menyelesaikan pekerjaan ini. Saya bertanggung jawab atas apa yang saya setujui dengan Pak Johan. Perjanjian harus ditepati kan, Pak? Meskipun upahnya lebih rendah, tapi tanggung jawab harus dilaksanakan dengan baik.
Pak Marthen, dalam hidup saya juga selalu ingat sabda Guru Agung saya: ‘Kita hidup bukan hanya dari roti saja, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah.’
Meskipun Bapak membayar saya mahal, tetapi saya tidak bisa membohongi kesepakatan saya. Saya ingat apa yang dialami oleh Guru Agung saya waktu Ia ditawari berbagai macam kemegahan, kekuasaan, dan harta, Ia tetap setia pada pilihan-Nya. Bahkan Ia dengan keras menegur pembujuk-Nya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbhakti!’ Jadi, Pak Marthen, saya mohon maaf, dan mudah-mudahan saya bisa belajar setia dengan hidup saya, seperti Guru Agung saya itu.”
Pak Marthen : ?????????????

Kesetian pada pilihan/panggilan hidup dan dibarengi oleh kekuatan iman akan memampukan kita mengatasi berbagai macam cobaan hidup yang hadir menyapa kita. Dalam kesetian dan kekuatan iman kita dapat menemukan indahnya kehidupan karena Allah memampukannya.

Tidak ada komentar: